Headline

Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.

Fokus

Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.

Jangan Abaikan Deteksi Dini Kanker Payudara

Indriyani Astuti [email protected]
25/10/2017 05:31
Jangan Abaikan Deteksi Dini Kanker Payudara
(thinkstock)

PENYAKIT kanker payudara sering kali tidak memiliki gejala awal. Tidak adanya rasa sakit pada stadium awal itulah yang membuat perempuan kerap kali mengabaikan deteksi dini yang seharusnya dilakukan secara rutin. Dokter spesialis bedah onkologi dari Rumah Sakit Kanker Dharmais Sonar Soni Panigoro menjelaskan kebanyakan pasien kanker payudara datang ke rumah sakit sudah dalam kondisi stadium lanjut. Padahal, dengan deteksi dini, angka kesembuhannya lebih besar. "Kanker payudara stadium nol kesembuhannya bisa mencapai 100% dengan operasi dan tanpa harus kemoterapi. Kanker payudara dengan stadium satu kesembuhannya 90%, stadium tiga 60%. Akan tetapi, semakin lama, hampir sulit disembuhkan," kata dia dalam konferensi pers Bebaskan Indonesia dari Kanker Payudara Stadium Lanjut 2030 di Jakarta,Selasa (24/10).

Pengurus Perkumpulan Ahli Bedah Onkologi Indonesia itu lebih lanjut menjelaskan, pada stadium nol, sel kanker sifatnya seperti tumor dan belum menyebar. Oleh karena itu, lebih mudah diobati. "Oleh karena itu, deteksi dini sangat penting untuk mencegah kematian akibat kanker payudara," imbuhnya. Menurut Sonar, secara umum intervensi pada perjalanan penyakit kanker payudara ada tahap pencegahan dan tahap pengobatan. Tahap pencegahan terdiri dari pencegahan primer, yaitu bagaimana mencegah seseorang yang sehat agar tidak menderita kanker melalui pola hidup sehat. Hal itu, tambahnya, ialah pencegahan paling ideal.

"Sayangnya, pencegahan ini tidak mungkin mencegah kejadian kanker 100%. Efektivitasnya hanya 30% sehingga perlu dilakukan pencegahan sekunder, yaitu melalui deteksi dini," terangnya. Deteksi dini dapat dilakukan dengan cara periksa payudara sendiri (sadari) tujuh hari setelah menstruasi. Tujuannya untuk mengetahui ada atau tidaknya benjolan di area payudara. Selain sadari, dapat dilakukan pemeriksaan mamografi. Mamografi dianjurkan mulai dilakukan di atas usia 40 tahun dan rutin setiap enam bulan sekali. Mamografi dianjurkan untuk mereka yang berusia lebih dari 40 tahun karena jika dilakukan di bawah usia 40 tahun jaringan payudara masih sangat padat sehingga sulit ditemukan kelainan. Mamografi pada rentang usia 40 hingga 50 tahun cukup dilakukan dua kali setahun.
"Namun, setelah usia 50 tahun diharapkan semakin sering dilakukan, apalagi setelah menopause, karena semakin tua angka kejadian kanker payudara semakin tinggi," jelas Sonar.

Sementara itu, pencegahan sekunder bertujuan menemukan kasus kanker di tahap sangat dini sehingga diharapkan tidak menjadi tahap lanjut karena segera diterapi. Selanjutnya ialah pencegahan ketiga atau pencegahan tersier. Yaitu, mengobati penderita kanker payudara dengan benar pada stadium lanjut maupun stadium dini. Tahap terakhir dalam perjalanan kanker payudara adalah perawatan paliatif, yaitu mengurangi nyeri pasien dan kualitas hidupnya meningkat sehingga pasien meninggal dengan bermartabat.

Kendala pengobatan
Dalam akses pengobatan standar, pasien kanker payudara masih menemui sejumlah kendala. Menurut Ketua Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) Linda Gumelar, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak mengover seluruh siklus optimal pengobatan. Ada terapi yang seharusnya diberikan pada stadium dini selama 16 kali, tetapi yang dikover BPJS Kesehatan hanya delapan kali. Itu pun untuk penderita stadium lanjut. Linda kembali menekankan pentingnya deteksi dini karena dapat mengurangi angka kejadian kanker payudara stadium lanjut. Menurutnya, salah satu visi YKPI ialah Indonesia bebas kanker payudara di stadium lanjut.

"Kanker payudara tidak dapat dihilangkan sama sekali, tetapi setidaknya tidak dalam stadium lanjut sejalan tujuan SDGs (Pembangunan Berkelanjutan), yaitu meningkatkan kesehatan perempuan," jelasnya. Ia mengatakan deteksi dini sangat penting karena berdasarkan estimasi WHO, jumlah penderita kanker payudara akan meningkat sampai 300% pada 2030. YKPI sudah melakukan sosialsasi dan kampanye ke seluruh Indonesia dan pada tahun ini fokus dilakukan di wilayah Indonesia bagian timur. Selain persoalan kesadaran melakukan deteksi dini yang masih rendah di Indonesia, sistem rujukan di era BPJS yang berbelit dan panjang menjadi perhatian YKPI. Sistem rujukan membuat pengobatan terlambat sehingga kanker telanjur menyebar dengan cepat. Inilah yang menyebabkan kematian akibat kanker payudara pada stadium lanjut menjadi tinggi.

Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (P2PTM) Lily S Sulistyowati menambahkan kanker adalah salah satu penyakit tidak menular yang saat ini menjadi persoalan serius di Indonesia. Kanker payudara dan kanker serviks adalah dua jenis kanker dengan prevalensi tertinggi. Angka kejadian kanker payudara 40,3 per 100 ribu dengan angka kematian 16,5 per 100 ribu. Itu diikuti kanker serviks dengan angka kejadian 17,3 per 100 ribu dan angka kematian 8,2 per 100 ribu. Tingginya angka prevalensi kanker berujung pada pembiayaan kesehatan yang sangat tinggi. Pada 2015 pengobatan kanker payudara menghabiskan biaya Rp2,9 triliun. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya