Headline

Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.

Nuryani Memberdayakan Perempuan dengan Memasak

Rizky Noor Alam
31/8/2017 03:03
Nuryani Memberdayakan Perempuan dengan Memasak
(MI/BARY FATHAHILAH)

JARUM jam menunjukkan pukul 09.00 WIB saat Media Indonesia berkunjung ke sebuah rumah di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

Saat itu sejumlah ibu mulai berdatangan ke rumah seorang janda yang bernama Nuryani sambil mempersiapkan peralatan dan bahan-bahan untuk memasak.

Ibu-ibu tersebut ternyata anggota dari Geng Perjaka (Gerakan Janda Merdeka) yang diketuai Nuryani alias Teh Nuri.

Sejak Mei 2017, Nuryani atau yang lebih akrab disapa Teh Nuri dipercaya untuk menjadi Ketua Geng Perjaka oleh para anggotanya.

Geng Perjaka ialah sebuah kelompok yang dibentuk untuk memberikan pelatihan masak-memasak bagi para janda yang ada di lingkungan tersebut agar berdaya dan memiliki keahlian lebih.

"Geng Perjaka itu berdiri sejak Mei 2017. Awalnya khusus untuk para janda saja, tapi sekarang bukan janda saja anggotanya, ada juga yang mantan janda," jelas Teh Nuri, Sabtu (12/8).

Kelompok Geng Perjaka tersebut, selain dimanfaatkan sebagai media untuk menambah pengetahuan terutama dalam hal masak-memasak, juga menjadi sarana untuk mendapatkan penghasilan tambahan bagi para anggotanya.

"Awalnya ini berdiri karena tugas mahasiswa-mahasiswa IPB juga, lalu mendapatkan bantuan juga dari Baznas untuk modal dan membeli peralatan memasak," imbuhnya.

Kelompok yang saat ini beranggotakan 17 orang tersebut melakukan kegiatan praktik memasak setiap satu minggu sekali, baik pada Sabtu atau Minggu seusai waktu zuhur. Kegiatan tersebut rutin dilakukan dan tidak memaksa.

Maksudnya jika ada anggota yang berhalangan hadir pun praktik memasak tetap berjalan seperti biasa.

"Kalau yang ada waktu anggota pada datang, kalau yang berhalangan juga enggak apa-apa. Istilahnya tidak terikat, setiap minggu tidak harus hadir. Pokoknya siapa pun yang ada waktu luang silakan hadir," lanjutnya.

Makanan yang dimasak kelompok ini pun saat ini hanya sebatas pada kue-kue tradisional dengan memanfaatkan bahan baku dari singkong dan ubi ungu.

Kue-kue yang diproduksi, misalnya, kue kembang goyang, klepon, dan peyek.

Selain itu, mereka sedang mencoba belajar untuk membuat kue bolu ubi ungu, bakpia ubi ungu, dan brownies ubi ungu.

Kue-kue yang dibuat tersebut pun dijual baik keliling kampung, pesanan dari para pegawai-pegawai kantor, diikutkan pameran, ataupun dibuat sesuai dengan pesanan.

"Saat produksi saya buat dan dirinci bahan dan pembiayaannya berapa, lalu bagian pemasaran juga merinci. Intinya kita utamakan balik modal, keuntungannya baru dibagi dua untuk produksi dan pemasaran, lalu sisanya untuk uang kas. Misalnya untuk sebuah kue biaya produksinya Rp1.500 dan pemasaran yang jual Rp2.000, pokoknya dibagi rata. Alhamdulillah mereka semua menerima mekanisme seperti itu," papar Teh Nuri.

Hal tersulit dalam kegiatan ini ialah pada bagian pemasaran. Mereka harus mencari pembeli dan bertanggug jawab agar kuenya habis.

"Alhamdulillah selama ini habis terus," cetusnya.

Dirinya berharap kelompok pemberdayaannya ini semakin sukses ke depannya dan memiliki toko sendiri yang menjual kue-kue hasil produksi mereka sehingga dapat senantiasa menjadi ladang mencari penghasilan tambahan bagi para kaum ibu di lingkungan.

Ibu kantin

Teh Nuri yang sejak dua tahun lalu ditinggal meninggal dunia oleh suami keduanya berprofesi sebagai penjual lontong sayur di kantin Institut Pertanian Bogor (IPB).

Profesi tersebut dilakoninya sejak 2009 silam dan bertahan sampai saat ini demi menafkahi kedua anaknya, ayah, serta adik-adiknya.

"Saya menjanda sejak dua tahun lalu karena suami saya meninggal karena kecelakaan. Saya sudah menjanda dua kali, yang pertama saya ditinggal begitu saja oleh suami," ungkapnya.

Ketegaran yang dimilikinya saat ini bukanlah hal yang mudah diraih. Pada awalnya dirinya tidak bisa menerima statusnya yang ditinggal begitu saja oleh suami pertamanya.

Namun karena kedua anaknya, dirinya pun bangkit hingga saat ini.

"Awalnya memang tidak terima, tapi ditinggal suami bukan berarti kita harus mengakhiri hidup kita karena kita kan juga punya anak-anak. Anak-anak ini kan titipan dan saya harus bangkit. Lalu saya menikah lagi dan almarhum suami saya yang kedua juga membawa dua anak perempuan semuanya, jadi anak saya empat perempuan semua. Jadi kita harus bangkit dan jangan larut dalam kesedihan, yang sudah pergi kan enggak mungkin kembali lagi, hanya bisa kirim doa," jelasnya.

Sejak 2009, dirinya mulai berjualan di kantin IPB tersebut.

Awalnya dirinya ragu untuk membayar sewa yang biayanya Rp1 juta per tahun. Namun atas dukungan teman-temannya di kantin tersebut, ia pun memantapkan diri untuk mulai menjual lontong sayur di kantin tersebut.

"Awal sewanya Rp1 juta dan saya takut enggak terbayar, tapi bagi saya insya Allah bisa dan sampai sekarang sewanya itu sudah naik menjadi Rp5 juta per tahun dan alhamdulillah terbayar dan bertahan," lanjutnya.

Dirinya pun berjualan rutin setiap Senin-Jumat mulai pukul 09.30-16.00 WIB.

Baginya, kunci untuk dapat sukses dan bangkit ialah pandai mengatur waktu dan itu yang selalu ia tanamkan kepada anaknya.

"Saya selalu mengajari mereka sebisa mungkin untuk mengatur waktu. Banyak beribadah, saya tidak pernah melarang mereka untuk main cuma harus ingat waktu. Waktu untuk membantu orangtua ya bantu, selalu nasihati mereka untuk hati-hati, jangan pernah cari masalah atau membuat masalah, harus jaga martabat keluarga, pokoknya seperti itu," pungkasnya.

(M-2)

______________________________________________

Biodata

Nama: Nuryani

TTL: Bogor, 15 Agustus 1980

Pendidikan: SMP Budi Bakti

Anak:

1. Cindy Lestari

2. Sandra Maudy Apriani

Organisasi: Ketua Geng Perjaka (Mei 2017-sekarang)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya