Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Kesadaran Memberikan ASI Eksklusif pada Bayi Masih Rendah

Intan Fauzi
03/8/2017 17:23
Kesadaran Memberikan ASI Eksklusif pada Bayi Masih Rendah
(thinkstock)

UPAYA menyusui secara eksklusif dan memberikan makanan bayi secara benar pada periode berikutnya setelah ASI masih menjadi tantangan di semua level. Pekan Asi Sedunia (PAS) tahun ini ditekankan pada bagaimana indikator-indikator pemenuhan hak-hak anak itu dipenuhi.

Penyelenggaraan PAS tahun ini mengambil tema 'Bekerja bersama untuk keberlangsungan pemberian ASI'.

"Ini dimaknai bahwa sesungguhbya upaya peningkatan pencapaian pemberian ASI memerlukan kerjasama dari semua pihak," kata Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Anung Sugihantono, di Gedung Kemenkes, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (3/8).

Dengan tema itu pemerintah bekerja sama dengan berbagai stakeholder untuk terus menyosialisasikan pentingnya ASI bagi bayi. Melihat data terkini, Anung mengatakan, tingkat Inisiasi Menyusui Dini (IMD) sebagai langkah awal pemberian ASI pada bayi secara benar belum memuaskan.

"IMD baru dilaksanakan 51,8%, kalau mengacu pada hasil pemantauan status gizi 2016, 48,2%-nya yang belum menginisiasi menyusui dini," ungkap Hanung.

Untuk tingkat ASI eksklusif pun, sebagai lanjutan IDM, angkanya belum memenuhi harapa Kemenkes.

"Indikator ASI eksklusif baru 54% dari yang kita harapkan. Artinya sudah ada hal lain yang diberikan pada bayi yang sebetulnya tidak layak diberikan," ujar Anung.

Menurut Anung, data itu menunjukkan kalau faktor eksternal maupun internal jadi tantangan sendiri dalam menyadarkan ibu soal pentingnya ASI. Di sinilah Kemenkes akan menggencarkan lagi penyuluhan tersebut lewat pelibatan berbagai pihak.

"Karena hampir 80% persalinan dilakukan tenaga kesehatan, kita inisiasi lagi tentang pemenuhan pemberian ASI eksklusif di lingkungan tenaga kesehatan," ujar Anung.

Namun bukan berarti mudah, di level ini pun Kemenkes menghadapi tantangan, mulai dsri belum semua tenaga kesehatan memahami betul program IMD dengan berbagai variannya, pendidikan yang tidak di-upgrade, hingga masuknya pengaruh produk-produk susu formula ke tenaga kesehatan.

Kemenkes juga menggandeng perusahaan untuk menyiapkan ruang laktasi di tempat kerjanya. Peran perusahaan dapat sangat membantu mengingat 80% ibu menjalani karier. Akan tetapi tiak semua perusahaan memahami pentingnya keberadaan ruang laktasi.

Lewat program Gerakan Pekerja Perempuan Sehat Produktif (GP2SP), salah satunya pemerintah mendorong perusahaan untuk menyediakan ruang laktasi. Namun, baru 64,8% perusahaan yang memiliki ruang laktasi.

"Ini bukan hanya karena perusahaan tidak punya kesempatan tapi tidak ada dukungan dari pemilik perusahaan dan serikat pekerja," ungkap Anung.

Berikutnya, sosialisasi ASI juga diberikan pada lingkungan terdekat dari ibu, seperti suami dan komunitas-komunitas di masyarakat. "Dukungan suami, keluarga jadi hal penting dan beberapa inisiasi yang sudah dilakukan LSM khususnya LSM keagamaan, Fatayat, Muslimat sudah ikut dorong hal-hal ini," tutur Anung. (MTVN/OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya