Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Gawai Picu Gangguan pada Anak

Putri Rosmalia Oktaviyani
25/7/2017 09:45
Gawai Picu Gangguan pada Anak
(Ilustrasi anggota keluarga bermain gawai--MI/Sumaryanto)

ANGKA kejadian gangguan penglihatan pada anak meningkat. Dari sekitar 10% pada 1990, menjadi 25% pada 2015. Peningkatan itu terjadi pada anak usia sekolah dasar, 6-12 tahun. Diduga, peningkatan itu terjadi karena banyak anak kecanduan memakai gawai, baik berupa ponsel pintar maupun komputer tablet.

"Mata memiliki kemampuan daya akomodasi tertentu. Kalau mata kelelahan, akan berdampak pada kemampuan tersebut," kata Direktur Kesehatan Keluarga, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Eni Gustina, dalam jumpa pers Hari Anak Nasional di Gedung Kemenkes, Jakarta, kemarin (Senin, 24/7).

Dia juga menyebutkan hasil penelitian dari Satgas Tumbuh Kembang Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menunjukkan penggunaan gawai sejak kecil banyak menyebabkan keterlambatan kemampuan berbicara pada anak.

Selain itu, penggunaan gawai sejak usia dini menjadi salah satu faktor penyebab gangguan perilaku pada anak, seperti anak menjadi hiperaktif. Kecanduan gawai juga dapat memicu obesitas karena anak kurang bergerak.

Eni mengatakan upaya mengurangi dampak negatif gawai harus dilakukan secara masif oleh seluruh lapisan masyarakat, khususnya keluarga. Menurutnya, banyak keluarga yang belum memiliki pemahaman akan fungsi gawai yang tepat.

"Harus dipelajari lagi soal dampaknya secara lebih luas. Kalau ternyata sudah menjadi isu nasional, nantinya akan dapat diajukan untuk membuat kebijakan untuk pedoman penggunaan gawai pada anak," ujarnya.

Di atas 13 tahun
Pada kesempatan sama, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi mengatakan orangtua harus berusaha untuk menghindarkan anak dari penggunaan gawai berlebihan.

"Orangtua harus sepenuhnya menyadari fungsi gawai dengan baik. Mereka dapat mengenalkan pada anak tetapi dengan bimbingan dan memanfaatkannya sebagai sarana belajar," ujar pemerhati anak yang akrab disapa Kak Seto itu.

Dikatakan Seto, ia mendukung arahan Presiden Joko Widodo dan pemilik Microsoft Bill Gates, yang tidak menyarankan penggunaan gawai oleh anak di bawah usia 13 atau 14 tahun.

"Kemampuan memilah informasi anak-anak yang belum berfungsi baik membuat mereka rentan terkena dampak negatif gawai. Jadi, anak di bawah usia itu sebaiknya belum diberi gawai. Untuk itu, orangtua harus berkomitmen lebih banyak meluangkan waktu untuk bermain, berkomunikasi, dan belajar dengan anak," sarannya.

Selain itu, lanjut Seto, pemerintah seharusnya lebih banyak mengenalkan dan mengaktifkan kembali berbagai permainan tradisional pada anak. Hal itu dapat dilakukan di sekolah melalui berbagai kegiatan di luar pelajaran akademis.

Sebelumnya, studi yang didanai Badan PBB untuk Anak-Anak (Unicef) dan dilaksanakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pada 2014 menemukan sebanyak 98% anak dan remaja Indonesia tahu tentang internet dan 79,5% dari mereka merupakan pengguna internet.

Studi tersebut juga mengungkapkan hampir seluruh anak dan remaja yang telah menggunakan internet telah terekspos oleh konten pornografi, terutama ketika konten itu muncul secara tidak sengaja atau dalam bentuk iklan yang bernuansa vulgar.(Ant/H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik