Headline
Sebaiknya negara mengurus harga barang dulu.
TIROID adalah kelenjar berbentuk kupu-kupu terletak di tengah dan berada pada cincin tulang rawan kedua dan ketiga dari trakea. Tiroid berfungsi memproduksi hormon triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4). Sebagian orang mengalami gangguan tiroid, mulai bayi baru lahir hingga orang dewasa. Karena gejala disfungsi tiroid sulit dikenali, banyak penderita penyakit ini tidak menyadarinya. Padahal, jika diabaikan, penyakit tiroid pada orang dewasa dapat menimbulkan penyakit lebih serius. Antara lain, kardiovaskular, pengeroposan tulang, dan gangguan kesuburan. Pada bayi baru lahir gangguan tiroid dapat mengganggu tumbuh kembangnya.
Bahkan, bayi bisa mengalami retardasi atau keterbelakangan mental. Untuk menghindarinya, masyarakat perlu mengenali gejala gangguan tiroid termasuk penanganannya. Dokter spesialis penyakit dalam dan endokrin Roy Panusuan Sibarani mengatakan hormon tiroksin dan hormon triiodotironin yang diproduksi tiroid berperan penting bagi tubuh. Pengaturan kadar hormon tersebut di dalam tubuh menyangkut laju metabolisme. Pada anak-anak, hormon tiroksin berperan penting untuk perkembangan otak dan tumbuh kembang.
Menurutnya, gangguan tiroid sering sulit dikenali karena tiroid mengendalikan beberapa fungsi tubuh yang berbeda-beda. Ia menyebutkan beberapa gangguan tiroid. Pertama, hipertiroid atau keadaan disfungsi kelenjar tiroid yang menghasilkan terlalu banyak hormon. Gejala umumnya ialah berat badan turun, mudah marah, sulit konsentrasi, dan sulit tidur. Sebaliknya, disfungsi tiroid kedua, yakni hipotiroid, kelenjar tidak menghasilkan hormon yang cukup untuk menjaga metabolisme tubuh. "Gejalanya lebih banyak pada wanita. Prevalensinya 10% pada wanita dan 6% pada laki-laki. Gejalanya biasanya berat badan naik, tidak tahan dingin, gangguan haid. Cara terbaik untuk mengetahuinya ialah melalui pemeriksaan laboratorium," terang Roy yang sehari-hari praktik di Rumah Sakit Pertamedika Centul City. Gangguan tiroid lainnya, tambahnya, ialah penyakit tiroid autoimun. Ia memaparkan, tubuh memiliki sistem imun yang berfungsi melawan penyakit dan ancaman lain yang dapat merusak tubuh. Oleh karena itu, sel darah putih membentuk antibodi dan aktif menyerang infeksi hingga kemudian mematikannya.
\
Namun, karena beberapa alasan, tubuh dapat membentuk autoimun pada tiroid. Ketika hal itu terjadi, sistem imun akan menyerang dan merusak kelenjar tiroid. Kondisi tersebut bisa menyebabkan kelenjar tiroid menghasilkan hormon yang berlebih atau sebaliknya. "Ada faktor luar yang memengaruhi penyakit tiroid autoimun, yakni sangat berhubungan dengan virus, stres, atau kurangnya asupan yodium yang merupakan unsur utama pembentuk hormon tiroid," imbuh Roy. Selain itu, gangguan tiroid juga bisa disebabkan kanker.
Kerusakan otak
Terkait dengan gangguan tiroid pada anak-anak bahkan bayi baru lahir, dokter spesialis anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Bhakti Pulungan mengatakan gangguan tiroid yang kerap terjadi pada anak, khususnya bayi baru lahir, ialah hipotiroid kongenital (HK). Hal itu terjadi akibat kurangnya hormon tiroid sejak lahir sehingga berdampak pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun mental anak. Gejala gangguan HK pada anak umumnya ialah pusar yang menonjol, lidah tebal dan membesar, sering mengeluarkan air liur, tubuhnya cebol, sulit bicara, terlambat kemampuan duduk, berdiri, dan lainnya.
Aman menjelaskan gangguan HK pada bayi yang baru lahir tidak menunjukkan gejala. Namun, ketika gejalanya muncul, anak sudah mengalami keterlambatan pertumbuhan. "Keterlambatan diagnosis untuk mencegah kerusakan otak dan keterlambatan pertumbuhan. Kemungkinan IQ-nya bisa di bawah 80. Karena itu, pentingnya screening (dilakukan) pada bayi baru lahir dan pengobatan dini," ucapnya.
Sayangnya, tutur Aman, screening HK belum bisa mencangkup seluruh bayi baru lahir di Indonesia. Selain masih rendahnya kesadaran masyarakat, tidak semua petugas kesehatan tersosialisasi mengenai hal tersebut. "Tiap 1 juta kelahiran, ada 3.000 bayi dengan hipotiroid kongenital. Sayangnya, belum semua bayi ter-screening. Pada 2016 hanya 1,9% yang ter-screening," katanya.
Di sisi lain, Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan Eni Gustina mengatakan screening paling ideal dilakukan saat bayi berumur 48 hingga 72 jam setelah lahir. Jika screening dilakukan langsung setelah keluar dari rahim, saat itu bayi masih mendapat hormon tiroid dari ibunya. Dengan demikian, terkadang hasil screening-nya tersamar. "Apabila hasilnya positif, harus segera dilakukan terapi sebelum usia dua minggu hingga satu bulan. Yang kita khawatirkan adalah inteligensinya," kata Eni. (H-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved