Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
MUHAMMADIYAH dan Nahdlatul Ulama (NU) kerap dinilai dan disalahpahami publik sebagai dua organisasi masyarakat yang saling berhadapan dan penuh rivalitas. Padahal, kedua tokoh pendiri ormas Islam terbesar Indonesia itu merupakan satu keturunan dan satu perguruan.
“Mereka saling bersaudara ditilik dari kakek, KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah dan KH Hasyim Asy’ari pendiri NU sama leluhurnya yaitu Maulana Ainul Yakin bin Maulana Ishak,” ungkap tokoh Muhammadiyah, Zamah Sari, di sela-sela diskusi buku 'Meluruskan Sejarah Muhammadiyah-NU' di Kampus Pascasarjana Uhamka Jakarta, Jumat (16/6), yang dilanjutkan dengan buka puasa bersama.
Zamah Sari, yang juga Wakil Rektor Uhamka ini, mengemukakan, kedua organisasi Islam tersebut juga memiliki referensi dan acuan Islam yang sama karena kedua pendirinya mempunyai guru yang sama, yakni Syeikh Ahmad Khathib Al-Minankabawi.
Namun, dalam perkembangannya, lanjut Zamah Sari, keduanya memiliki corak dakwah yang berbeda. NU dengan wajah Islam yang tidak terpisahkan dengan pondok pesantren dan pedesaaan, sedangkan Muhammadiyah bercorak perkotaan. Kedua organisasi ini sebenarnya bersinergi saling mengisi dengan medan dakwah di kedua wilayah tersebut.
Karena itu, Zamah Sari menepis adanya gesekan Muhammadiyah dengan NU khususnya dalam bidang pendidikan. Menurut dia, menguatnya perdebatan dalam hal pendidikan atau lainnya itu hanya soal dinamika anak bangsa dari persepsi yang berbeda-beda.
"Jadi jangan dinilai sebagai rivalitas atau permusuhan.Justru kedua organisasi ini saling mengisi dan bangsa kita besar karena menghargai adanya perbedaan dan keanekaragaman,” tegasnya.
Penulis buku 'Meluruskan Sejarah Muhammadiyah-NU', Dr Maman A Majid Binfas, menjelaskan, dari sejarahnya, kedua organisasi Islam itu sebenarnya berada dalam satu perguruan, tetapi ada perbedaan pendapat antara tokoh NU Wahab Hasbullah dan tokoh Muhammadiyah Mas Mansur menjadi awal perpisahan.
“Wahab Hasbullah mengajak KH Hasyim Asy’ari, sedangkan Mas Mansur menemui KH Ahmad Dahlan. Ini terjadi sekitar 1929. Sejarah ini diungkap di buku ini,” kata dosen Uhamka itu.
Sementara, budayawan Mohammad Sobary mengingatkan dalam pembahasan akademik harus mencerminkan budaya akademik. Hemat dia, dalam mengulas sejarah kedua organisasi terbesar ini harus menggunakan literatur akademik secara komprehensif tentang NU dan Muhammadiyah.
"Kita harus baca seluruh buku tentang NU dan Muhammadiyah," pungkasnya. (OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved