Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Menulis dan Menginspirasi

Rizky Noor Alam
20/4/2017 06:20
Menulis dan Menginspirasi
(MI/Rommy Pujianto)

DENGAN ramah Maureen Hitipeuw menyambut kehadiran Media Indonesia di apartemen di kawasan Bintaro, Jakarta Selatan.

Ibu tunggal itu membesarkan anak semata wayangnya hasil pernikahan campuran dengan mantan suaminya yang berkebangsaan Amerika Serikat, beberapa tahun lalu.

"Mari masuk, maaf tempatnya sempit," sambutnya, Sabtu (8/4).

Maureen melepas sejenak kegiatannya menulis untuk menyambut kehadiran Media Indonesia.

Perempuan yang hobi menulis di blog pribadinya Scoops of Joy itu banyak menginspirasi para kaum ibu pembacanya.

"Awalnya memang hobi menulis dan sudah lama banget nge-blog sejak 2005," jelas Maureen untuk membuka pembicaraan.

Perempuan asal Makassar, Sulawesi Selatan, itu mengangkat tema keluarga dan kehidupan pernikahannya.

Apalagi, setelah menikah dan pindah ke Amerika Serikat, melalui blog itu, Maureen menuliskan cerita tentang keluarganya.

"Lewat blog itu, aku menulis tentang keluarga, si kecil bagaimana, terus waktu cerai dari awal pisah. Menulis itu menjadi semacam terapi untukku, menuangkan keluh kesah," lanjut Maureen yang sudah bercerai dengan suaminya pada 2010.

Kegemarannya menulis mempertemukannya dengan Mia Amalia.

Mereka akhirnya membuat komunitas ibu tunggal bernama Single Moms Indonesia.

Komunitas itu menjadi wadah untuk berbagi, berdiskusi, dan saling mendukung.

"Sebenarnya sudah ada grup Single Parent Indonesia, tapi menurut ku ranahnya berbeda untuk ibu-ibu dan bapak-bapak," lanjutnya.

Setelah bercerai, tulisannya berubah ke gaya hidup dan pengalamannya travelling di berbagai tempat wisata.

Ternyata Maureen tidak semata menulis di blognya.

Ia juga jadi contributor writer pada situs yang diperuntukkan para ibu dari beragam latar belakang di seluruh dunia yang dikenal dengan World Mom Network sejak 2011.

"Artikelnya macam-macam, mulai kehidupan ibu-ibu sampai politik. Terakhir aku menulis buat mereka itu temanya tentang Trump karena anak ku setengah Amerika. Situs ini aktif sampai pernah diundang ke White House zaman Presiden Obama. Anggotanya banyak dan dari beragam negara serta latar belakang, tapi semuanya ibu-ibu. Aku beruntung bisa masuk ke situ," ungkapnya.

Tulisan Maureen ternyata mendapatkan respons positif dari para pembacanya.

Bahkan, tulisan-tulisannya justru memicu para pembacanya untuk membagikan pengalaman-pengalaman mereka dalam membangun keluarga.

"So far respons para pembaca ku positif ya, waktu aku share tentang perceraianku responsnya juga positif. Maksudnya dalam pengertian aku bertemu dengan orang-orang yang pernah mengalami apa yang ku alami dan mereka pun membagikan cerita mereka. Dari sana saya merasa saya tidak sendiri dan banyak perempuan yang mengalami apa yang ku alami," jelas Maureen.

Berbagi

Meski sudah bercerai, Maureen mengaku masih berhubungan baik dengan mantan suaminya.

Semua dilakukan demi sang anak sehingga ia sukses menjalankan coparenting.

"Coparenting itu saat kedua belah pihak sama-sama sepakat mendidik anaknya bersama meskipun sudah bercerai. Dalam artian bapak dan ibu terlibat dalam membesarkan anak dan punya persetujuan untuk mendidik anak bersama," jelasnya.

Banyak pasangan bercerai, lanjut Maureen, sulit menjalankan coparenting karena ego keduanya yang masih kuat.

Namun, hal itu wajar karena mereka butuh proses.

"Banyak juga dari mereka yang bercerai masih terlalu sakit hati dan itu memang harus dari kita pribadi. Aku selalu bilang ke teman-teman untuk menyisihkan ego masing-masing karena ini untuk anak," papar ibu yang juga memiliki hobi fotografi dan travelling tersebut.

Maureen pun sempat kesulitan mempraktikkan coparenting. Ia masih sering emosi dan kesal dengan kesalahan-kelasakan kecil yang dibuat mantan suaminya.

"Pada akhirnya aku bisa belajar bahwa di dalam diri saya masih ada sakit hati dan ketika aku belajar bahwa ini semua untuk anak. Dengan perlahan, aku bisa meredam emosi dan setelah itu coparenting yang kami lakukan bisa menjadi lancar dan kita bisa berdiskusi mengenai anak. Tantangannya memang emosi dan trauma, dan tidak mudah untuk coparenting," jelasnya.

Dalam mendidik anaknya, Maureen selalu memberikan pengertian-pengertian mengenai budaya Indonesia. Sejak kecil, anaknya berbeda.

Ia selalu mendapatkan perhatian lebih dari lingkungan dan efeknya membuat anaknya menjadi pemalu.

"Anakku tahu kalau dia itu setengah Indonesia dan setengah Amerika. Aku selalu kasih pengertian ke dia karena anak Indo suka menjadi perhatian orang, kadang suka dikomentari, dari kecil suka dipegang-pegang dan aku kasih pengertian ke dia budaya kita memang seperti ini. Kamu disukai sama orang-orang dan efeknya ke anakku jadi pemalu karena dari kecil selalu menjadi perhatian orang. Itu tantangannya. Jadi, mendidiknya untuk lebih percaya diri," imbuh Maureen.

Membesarkan anak seorang diri memang tidak mudah.

Bahkan, Maureen harus mencari pekerjaan baru untuk memiliki waktu luang dengan anaknya.

Dulu ia sempat bekerja di sebuah hotel di Jakarta.

Terkadang dalam sehari ia harus bekerja 12 jam sehingga waktunya terkuras.

Kesibukannya berdampak pada anaknya.

"Jadi, di satu sisi karier kita bagus, tapi waktu untuk anak berkurang, dan akhirnya aku memilih untuk mencari pekerjaan yang jamnya lebih luang. Waktu di hotel stresnya itu terbawa pulang. Aku jadi sering marah dan mudah emosi. Kalau sekarang kerjaannya enak dan anakku juga senang karena kadang pukul 16.00 sudah bisa pulang. Jadi anak dinomorsatukan," paparnya.

Salah satu keberuntungan tinggal di Indonesia ialah keluarga. Keluarga selalu membantu dan mendukung dalam mengurus anaknya.

"Setelah aku pisah aku pulang ke rumah ibuku dan keluarga pun sampai sekarang masih membantu dan kita sekarang pun tinggal berdekatan. Jadi, anakku kalau pulang sekolah karena aku masih kerja, aku titip di rumah ibuku. Nanti pulang kerja jemput dia dan kita baru pulang ke sini (apartemen)," paparnya.

Maureen lebih mengutamakan dan membagi waktunya sang buah hati.

Bila dari kuantitas waktu tidak banyak, ia mengutamakan kualitas bersama anaknya.

"Walaupun kuantitas waktuku ke anak tidak banyak, aku fokuskan ke kualitas. Misalnya, malam, aku sempatkan untuk mengobrol dengan anak dan bercerita kegiatan seharian agar anak terbuka menceritakan kegiatan apa saja. Jadi, komunikasi ini penting," pungkasnya. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya