Arie Kriting Jangan Asing di Kampung Sendiri

Retno Hemawati
25/7/2016 01:30
Arie Kriting Jangan Asing di Kampung Sendiri
(DOK. RAHADYAN KUKUH)

PELAWAK tunggal, Satriaddin Maharinga Djongki, atau yang dikenal dengan Arie Kriting, 31, menceritakan kecintaannya pada Wakatobi, Sulawesi Tenggara.

Dia bahkan masih sering datang ke Wakatobi, menyapa penduduk setempat dengan bahasa mereka.

"Menggunakan bahasa setempat, yakni bahasa Tomia, membuat saya tidak asing di kampung sendiri. Saya juga merasa bahasa setempat membuat saya semakin dekat dengan penduduk setempat dan membuat saya cepat akrab. Saya jarang menggunakan bahasa Indonesia ketika berada di sana," kata Arie saat dihubungi Media Indonesia, Minggu (24/7).

Lelaki kelahiran Kendari itu kemudian menuturkan kemampuannya berbahasa daerah akibat Wakatobi ialah tempat sekaligus asal usulnya.

Kedua orangtua dan kakek-nenek Arie berasal dari sana sehingga ia sering berkunjung.

Waktu tempuh 28 jam dari Kendari ke Wakatobi dengan perjalanan darat dan laut dijalani keluarga Arie saat itu.

"Saya dari kecil memang tinggal di Kendari, ke Wakatobi hanya berkunjung, tapi nenek yang tinggal bersama kami tidak bisa berbahasa Indonesia, jadilah saya yang juga diasuh nenek otomatis bercakap-cakap bahasa Tomia."

Liburan Idul Fitri, yang baru saja usai, dihabiskannya selama enam hari di pulau yang terkenal dengan keindahan alam lautnya.

Ia pun setiap hari menyambangi laut untuk snorkeling, menyempatkan mengunjungi gua, danau, dan beragam pantai.

"Saya ingin diving juga, tapi sayang ombaknya sedang tidak bagus. Jadi, kali itu tidak," katanya.

Dia juga menyempatkan datang ke acara perkawinan.

Menurut kisahnya, acara perkawinan ialah salah satu cara untuk bertemu dengan orang banyak dengan suasana yang gembira.

"Semua orang berjoget, kami senang. Di Wakatobi kan tidak terlalu banyak tempat hiburan. Jadi, acara pesta perkawinan menjadi ajang kumpul-kumpul."

Meski demikian, Wakatobi yang dikenal dengan keanekaragaman hayati dan kondisi karang terbaik dari konservasi laut di Indonesia itu, menurut Arie, kini sudah didukung fasilitas yang memadai.

"Listrik aman, jalanan mulus, wi-fi di beberapa tempat kuat, dan sinyal telepon juga bagus," ungkap penyuka duri babi yang katanya mengandung banyak protein itu.

Rumah beton

Arie melanjutkan, di daerah yang kebanyakan para pemudanya merantau itu, setidaknya 90% keindahan alam masih terpelihara dengan baik.

"Adanya aktivitas wisata akan punya efek juga, salah satunya sampah. Namun, kalau ada yang membuang dan ada yang mengambil kan harusnya tidak ada lagi sampah. Kita juga kan harus menjaga lingkungan kita."

Saat ditanya apa tanggapannya jika didapuk menjadi duta Wakatobi, dengan sigap dia menjawab, "Tidak usah diajak. Kalau untuk memperkenalkan potensi daerah tidak perlu label. Sudah seharusnya putra daerah melakukan hal-hal yang positif untuk daerahnya.

Hanya, mungkin kalau menjadi duta, itu ada prinsip kerjanya, ya?"

Meski dirinya sedemikian bangga dengan Wakatobi, dia memiliki kekhawatiran.

Dia bercerita di beberapa pulau kecil terjadi pencurian pasir putih.

"Terdapat tambang pasir-pasir putih sehingga garis pantai semakin hilang di beberapa pulang kecil, belum lagi banyak lubang. Pasir itu kebanyakan digunakan untuk membangun rumah beton. Penduduk setempat sudah mulai meninggalkan rumah kayu," tutupnya. (H-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya