Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
SEUSAI menjadi finalis LA Indie Fest 2007, album perdana Monkey to Millionaire bertajuk Lantai Merah (2009) memperkenalkan eksistensi mereka di kalangan pecinta musik indie.
Album yang berisi 10 lagu itu diproduseri Joseph Saryuf ‘Iyub’ (Santamonica) di bawah bendera Sinjitos. Kesuksesan band yang dimotori Wisnu Adji (vokal, gitar) dan Agan Sudrajat (bass) dianggap sebagai masterpiece sang produser untuk warna musik alternative rock. Di album ini mereka memberi kejutan dengan menyajikan 80% lagu berbahasa Indonesia.
Pada 2012, tak lagi bersama Sinjitos, mereka mengeluarkan album idealis bertajuk Inertia. Album ini menjadi cikal bakal proses pendewasaan bermusik dua sahabat ini yang dituangkan dalam album terbaru mereka yang rencananya akan dirilis Agustus mendatang.
Menanti peluncuran album, mereka meluncurkan single berjudul Kekal. Album ketiga mereka direncanakan berisi 10 lagu.
“Banyak yang mengira kami sudah bubar karena sudah jarang manggung dan tidak produktif setelah album Inertia. Lewat Kekal, saya dan Agan ingin mencoba menunjukkan kembali bentuk tanggung jawab kami sebagai musisi dengan terus berkarya dan membuat lagu,” kata Wisnu saat berbincang di salah satu kafe bilangan Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (29/6) malam.
Di album ini mereka berupaya tidak menuruti hasrat eksplorasi yang berlebihan. Berkecukupan dianggap menjadi cara untuk menunjukkan ada nilai lebih dari sebuah karya yang dihasilkan, sekaligus merupakan langkah baru mereka untuk menjajal apa yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
“Metode pembuatan karyanya masih tetap sama, mencari komposisi yang tidak aman. Kunci gitar tidak enak tapi bisa bernyanyi bisa tetap enak. Hanya di album ini dikurangi semua porsinya. Kami coba mengangkat nilai dari lagu-lagu tersebut dengan memainkan dinamikanya tanpa mengurangi eksplorasi suara gitar,” lanjutnya.
Diri sendiri
Berbeda dengan album sebelumnya, di album ini, mereka menggunakan 100% lirik berbahasa Indonesia tanpa meninggalkan ciri khas mereka. Yakni berbicara soal keadaan sosial dari pengalaman pribadi keduanya secara lugas dengan tata bahasa yang cukup puitis. Coba saja tengok lirik Kekal. //Dulu tak seperti ini/ Tak lagi dari hati/ Tak sesepi ini/ Lebih dari tanpa bunyi/ Berkemas dalam sunyi/ Satu persatu pergi/ Yang pernah satu sisi/ Pergi tak sepakati//.
Penggalan lirik itu menjadi sikap dan pembawaan yang coba disuguhkan secara jujur oleh mereka berdua saat di atas panggung maupun dalam kehidupan sehari-hari. Kekal bisa jadi menggambarkan keadaan mereka saat ini yang juga ditinggal sang drumer, Emir Kharsadi.
“Semenjak Emir cabut memang manggung jadi jarang, tapi kami jadi terobsesi untuk bangkit lagi. Sekarang kadar urakan di atas panggung sudah mulai dikurangi juga. Selain itu karena tinggal berdua, jadi pemikiran bermusiknya tidak lagi kompleks, kebetulan selera musik saya dan Wisnu sangat mirip,” kata Agan.
Pemilihan kata-kata berbahasa Indonesia yang lugas bukan semata menjadi manipulasi agar terlihat cerdas. Mereka hanya menyuguhkan arti kejujuran berkarya. “Hal yang terpenting adalah representasi dari karyanya jangan menjadi topeng. Monkey to Millionaire ingin coba menjadi diri sendiri. Tidak apa-apa dinilai tidak pintar dan berantakan, yang penting tidak menjadi malu dan tetap bisa percaya diri dengan karyanya,” timpal Wisnu.
Kejutan lain di album ini ialah keterlibatan Arian13 (vokalis Seringai) yang menjadi ghost producer (eksekutif produser). Lalu ada Kevin Khoiro yang membuat gift art, hingga Monica Hapsari yang membuat artwork. (M-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved