Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Riri Riza Film Berkualitas Butuh Kerja Keras

Fetry Wuryasti
16/4/2016 02:00
Riri Riza Film Berkualitas Butuh Kerja Keras
(DOK. C & R)

DALAM dunia perfilman, nama Riri Riza dikenal sebagai sutradara andal.

Hampir semua film karyanya sukses di pasaran.

Sebut saja Petualangan Sherina, Gie, Ada Apa dengan Cinta, dan Laskar Pelangi.

Berdasarkan pengalaman dan pengamatannya, ia menilai film-film yang sukses merupakan film yang temanya kontekstual bagi masyarakat umum.

Menurutnya, membuat film seperti itu tidaklah mudah, butuh kerja keras.

Diperlukan pengamatan yang kuat dan mendalam tentang apa yang akan dikisahkan dalam film, termasuk lingkungan yang menjadi lokasi dalam kisah di film tersebut.

"Dengan mengenali lingkungan itu, kita akan memahami persoalan-persoalan yang ada. Film itu akhirnya bernilai penting sehingga menarik bagi masyarakat," ujar Riri saat ditemui dalam peluncuran novel Ada Apa dengan Cinta di Jakarta, Kamis (14/4).

Karena itulah, menurutnya, film yang berkualitas akan memiliki banyak peran.

Film tersebut bukan hanya menjadi media hiburan, melainkan juga bisa menjadi sarana dokumentasi perkembangan zaman.

"Misalnya, kita ingin tahu bagaimana orang-orang di tahun 70-an berpakaian, kita bisa tonton film-film karya Sjuman Djaja," jelas Riri yang juga dosen perfilman di Institut Kesenian Jakarta.

Fakta itu makin menambah kecintaan Riri pada dunia perfilman. Laki-laki yang memulai karier sutradaranya lewat film Kuldesak pada 1998 itu pun kian mantap menekuni profesinya.

Terlebih, melalui film dirinya bisa berekspresi dengan cara asyik dan melibatkan beragam unsur seni, seperti seni visual, musik, dan drama.

"Saya selalu menganggap film sebagai media untuk ekspresi. Mengekspresikan perasaan, pikiran, gagasan, dengan cara yang artistik," imbuh laki-laki kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan, 45 tahun silam itu.


Belum dimaksimalkan

Mengenai perfilman Indonesia, Riri melihat ada peluang besar dengan meningkatnya jumlah bioskop dan penonton di Indonesia.

Sayangnya, tidak semua insan perfilman dan pihak-pihak terkait mampu menangkap peluang itu.

"Sebetulnya ada potensi yang begitu besar, tapi belum dimanfaatkan secara maksimal," terangnya.

Menurutnya, Indonesia jarang menciptakan film-film yang fenomenal, yakni yang sukses dari segi pemasaran, juga secara budaya.

"Saya rasa salah satu penyebabnya ialah kurangnya pendidikan mengenai film dan dukungan kebijakan pemerintah," kata dia.

Riri menilai pendidikan tentang perfilman idealnya membentuk pemahaman bahwa film bukanlah karya seni belaka, melainkan juga bagian dari industri komersial.

Begitupun sebaliknya, film tidak boleh dipandang sebagai produk komersial belaka, tapi juga harus dilihat sebagai karya budaya.

"Saya berharap pemerintah bisa meningkatkan dukungan agar film-film Indonesia menjadi karya yang fenomenal," pungkasnya.
(Meilany F Agustia/H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik