Headline
Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.
Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
BARU 10 hari tayang di bioskop, film Keluarga Cemara produksi Visinema Pictures yang diadaptasi dari novel karya Arswendo Atmowiloto telah menembus angka satu juta penonton. Ide untuk membuat sekuelnya pun muncul.
Kabar tersebut diungkapkan Anggia Kharisma, produser rumah produksi Visinema Pictures. Perempuan berusia 35 tahun itu menjadi salah satu sosok di balik kesuksesan film Keluarga Cemara.
Anggia berkisah, sempat berprofesi sebagai dokter gigi hingga akhirnya banting setir menjadi produser. Semua itu karena kecintaannya pada film. Hasrat pada dunia perfilman telah muncul sejak dirinya duduk di bangku SMA dan sempat menjadi salah satu pendiri ekstrakurikuler film di sekolahnya.
Debutnya sebagai produser dilakukannya lewat film Cahaya dari Timur: Beta Maluku (2014). Film yang disutradarai Angga Dwimas Sasongko yang juga suaminya itu berhasil meraih penghargaan Piala Citra untuk kategori film panjang terbaik dan aktor utama terbaik.
Anggia kembali memproduseri Filosofi Kopi yang dirilis 2015 dan Surat dari Praha pada 2016. Di ajang Indonesian Movie Actors Award 2016, Surat dari Praha memenangkan penghargaan pemeran utama wanita terfavorit lewat akting Julie Estelle dan Piala Maya 2016 untuk tata musik terpilih.
Dalam setiap proses produksi film, Anggia mengaku selalu mementingkan karya yang dibidanginya, ketimbang harus fokus pada dirinya. "Jauh lebih penting ialah hasil (karya), menyorot filmnya," ujarnya saat ditemui di Jakarta, belum lama ini.
Produser, imbuhnya, berperan penting menciptakan keberhasilan proses kolaborasi kreatif. Dedikasi dan kepemimpinan seorang produser sangat diperlukan dalam sebuah produksi film.
Satu dekade
Meskipun berada di belakang layar, perempuan kelahiran 3 November 1983 itu mengaku nyaman. "Penggodok cerita di balik layar, itu sesuatu yang menarik. Kredit bukan yang hanya terpampang sebagai manusia yang disorot. Ketika jadi kreator, di balik semuanya ada tentakel yang tidak bisa berhenti memanajemen semua dari dalam," sahutnya.
Keluarga Cemara yang disutradari Yandi Laurens itu menjadi penanda satu dekade perjalanan Visinema Pictures yang dirintisnya bersama suami, sejak 2008 lalu. Pembuatan film ini bersifat personal karena awalnya ditujukan untuk sang anak.
Ia dan suami menyakini, apa yang diperoleh selama satu dekade itu tidak lain buah kerja keras mereka. "Hasil yang layak kami petik, bukan tanpa perjuangan. Pola utamanya ialah kedalaman visi proses kolaborasi, baru diturunkan ke skrip yang tentunya di luar skrip, tulang punggung utamanya ialah perluasan data yang kami buat. Riset untuk menajamkan skrip agar lebih relevan ceritanya," jelas ibu satu anak ini.
Anggia mengaku lebih suka kalau Visinema disebut dengan perusahaan pencerita (storyteller company), ketimbang hanya menjadi sebuah rumah produksi. Ia pun tak lupa punya pesan kepada para produser muda yang tengah belajar untuk kembali melihat akar dan hal yang lebih mendasar dalam setiap penggalian ide.
"Berpikir ke akarnya, nantinya itulah yang out of the box akan muncul dengan sendirinya karena dengan demikian kita punya binocular yang menggelitik," pungkasnya. (H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved