Headline
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
SEBELUM menikahi Adrian di usia 21 tahun, Runi Palar ialah penari keraton yang cukup ternama di zamannya. Ia tidak pernah berpikir akan berganti haluan menjadi pengrajin perak. Ide itu malah dihembuskan pria berdarah Minahasa yang ia nikahi pada 1967.
"Saya awalnya adalah penari keraton, meskipun ayah saya pengrajin perak," tutur perempuan bernama lengkap Sotjawaruni Kumala Palar itu, saat memulai ceritanya kepada para peserta Ubud Writer and Reader Festival 2018 di Bali, pekan lalu.
Sambil menari, perempuan kelahiran Pojokusuman, Yogyakarta 26 Mei 1946, diam-diam memperhatikan bagaimana sang ayah, RS Tjokrosoeroso, memahat, membentuk, dan melekuk benang-benang perak jadi kerajinan seperti bros, anting hingga peralatan makan. Sang suami membaca bakat Runi dan mengarahkannya.
Adrian pulalah yang membangunkan museum sekaligus galeri mungil untuknya di pinggir desa Ubud, yakni Lodtunduh. Pengunjung museum di sana bisa memesan desain yang disukai dengan masa tunggu hingga 4 minggu.
Setelah 40 tahun berkarya dan menghasilkan ribuan kerajinan perak dari tangan dinginnya, kini ia dikenal sebagai salah satu ikon pengrajin perak kontemporer pertama di dunia.
Setelah kesuksesan diraihnya, Runi pun bermimpi dapat mendirikan sekolah pengrajin di seluruh Indonesia. "Tidak ada yang tidak mungkin, toh? Saya saja penari Jawa bisa jadi pengrajin perak," pungkas Runi yang karyanya sudah dikenal sosialita di Amerika, Eropa, Jepang, dan Hongkong itu. (Fat/H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved