Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

IQBAL HIMAWAN : Jadikan Koran sebagai Referensi

Zubaedah Hanum
03/6/2018 11:05
IQBAL HIMAWAN : Jadikan Koran sebagai Referensi
(MI/PERMANA)

TANPA terasa sudah enam tahun delapan bulan Iqbal Himawan, 32, menjalani hari-harinya sebagai presenter di stasiun televisi Metro TV.

Tadinya sebelum menjadi pembaca berita, Iqbal ialah pekerja bank. Dengan alasan sudah memiliki ketidakcocokan dengan pekerjaannya itu, ia pun menghilang pada saat akan diangkat sebagai pegawai tetap. Iqbal memilih mengikuti lowongan pekerjaan yang dibuka Metro TV di Yogya pada akhir 2011.

Saat mendaftar menjadi reporter, Iqbal mengaku tidak terlalu berharap banyak. Namun, dewi fortuna justru berpihak kepadanya. "Saya lolos."

Ia pun berbagi tip untuk mereka yang tertarik mengikuti jejaknya sebagai pembawa acara TV, yakni jaga kekritisan dan harus selalu ingin tahu.

"Baca koran setiap hari. Walaupun sekarang sudah terbiasa berita dari online, tapi menurut saya lebih baik di koran ya karena menurut saya informasi dari koran itu jauh lebih komprehensif daripada media online, dan memperluas lingkungan pergaulan," ujarnya, saat diwawancarai belum lama ini.

Saat ini pria yang memiliki hobi traveling, volunteering, dan komunitas sejarah Indonesia itu bertugas membawakan siaran program Daily, Selamat Pagi Indonesia, serta mengerjakan program Ramadan.

Iqbal mengatakan, menjadi pembaca berita bukanlah hal yang mudah. "Banyak yang menganggap bahwa menjadi seorang pembaca berita hanya membaca skrip dan tidak boleh memiliki celah sedikitpun untuk membuat kesalahan," tuturnya.

Meskipun ia masih dibisiki produser melalui ear piece, imbuhnya, tetap saja kontrol ada di tangan si pembaca berita. Terpenting, tidak boleh ada keberpihakan terhadap kubu mana pun. "Harus bisa menjadi kubu penengah," tegas laki-laki kelahiran 23 Januari 1986 tersebut.

Di antara beragam isu yang hadir, sarjana ilmu studi pembangunan itu mengaku paling menyukai isu politik dan humaniora meskipun tidak sesuai dengan gelar sarjana ekonomi yang didapatnya dari Universitas Islam Indonesia (UII).

"Kalau politik, sangat dinamis, selalu ada hal baru dan kejutan yang muncul. mereka yang terjun di bidang politik seperti maju perang dengan strategi. Dinamika politik bisa mengubah masa depan suatu bangsa. Tak ada kongsi abadi di politik, bisa mengubah kawan menjadi lawan, begitu pula sebaliknya," ujar Iqbal yang pernah bertugas di Istana di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu.

Liputan berkesan

Di bidang politik, imbuhnya, salah satu tugas yang paling berkesan sepanjang karirnya ialah ketika meliput upaya pemberantasan korupsi di Amerika Serikat, pada 2016. Lajang kelahiran Semarang, Jawa Tengah, itu mendapat tugas dari Department of State bersama Kedutaan Amerika Serikat untuk meliput upaya pemberantasan korupsi di negara adidaya itu untuk dibandingkan dengan kondisi di Indonesia.

Selama dua pekan, Iqbal mengunjungi beberapa bagian negara AS guna mewawancarai langsung sejumlah narasumber, mulai dosen, aktivis, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan Badan Investigasi Utama (FBI) dari Departemen Keadilan AS. "Setelah sejumlah wawancara, Amerika ternyata negara digdaya yang ternyata tidak bebas dari korupsi," ucap Iqbal.

Iqbal mengatakan perjuangan memerangi korupsi di 'Negeri Paman 'Sam itu tidak mudah, mulai upaya mendapatkan keterbukaan data dari lembaga pemerintah (open data), pemanfaatan teknologi canggih untuk memonitor penggunaan anggaran, sampai giatnya anak muda mengampanyekan transparansi data melalui platform start-up hingga melibatkan warga untuk ikut mengawasi penggunaan anggaran.

Dalam sebuah acara Transparency Camp di Kota Cleveland, Negara Bagian Ohio, kata Iqbal, ternyata banyak juga anak muda yang peduli dengan upaya melawan korupsi. Mereka berkontribusi lewat beberapa start-up kreasinya untuk memonitor anggaran dan kinerja pemerintah menjadi lebih mudah. "Transparansi diharapkan menjadi senjata ampuh untuk menekan angka korupsi di Amerika," sebut Iqbal.

Selain politik, Iqbal menyenangi isu humaniora karena dampaknya yang menyentuh langsung ke masyarakat. Berita tentang bencana, misalnya, bisa langsung menjembatani mereka yang membutuhkan dan beriktikad memberi. "Itu pengalaman berkesan waktu meliput kecelakaan pesawat Sukhoi superjet di Gunung Salak, Bogor," ungkapnya.

An alpha without omega ialah salah satu kalimat penyemangat dalam hidupnya yang ia pasang di akun Instagram-nya. Iqbal mengatakan, manusia selalu berusaha menjadi yang sempurna dan untuk menuju kesempurnaan harus mengatasi segala kekurangan dan omega inilah yang menyempurnakan.

"Jadi, maksud dari kalimat tersebut adalah sampai kapan pun kita sebagai manusia tidak akan mungkin bisa menjadi sempurna," tutupnya. (*/M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya