Headline
DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.
DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.
SEBELAH tangan pendeta James merupakan tangan palsu. Perang saudara di negaranya, Nigeria, menjadi sebab ia kehilangan satu tangan. Di negara yang terletak di Afrika Barat itu, ada dua agama, Islam dan Kristen. Awalnya perbedaan itu tidak membawa masalah hingga ketimpangan ekonomi dan politik melecut konflik antarpenduduk yang berujung ribuan orang tewas.
Seperti pendeta James, Ashafa yang merupakan imam Islam di Nigeria pun tergabung dalam milisi. Berada di kubu berseberangan, keduanya bermusuhan dan terlibat dalam pertumpahan darah itu. Suatu ketika, keduanya bertemu di forum para pemuka agama dari berbagai daerah.
Butuh waktu panjang, tapi mereka sepakat betapa pentingnya memaafkan orang lain. Baik Islam maupun Kristen mengajarkan nilai-nilai perdamaian. Hal ini yang sering dilupakan orang-orang. Agama hanya dianggap sebagai sumber peperangan dan kekerasan.
James mengakui memaafkan tidak mudah baginya meski ia pendeta. Butuh tiga tahun untuk James untuk percaya Ashafa. Seringkali tebersit niat membalaskan dendam atas tangannya yang hilang.
“Saya selalu curiga, jangan-jangan dia mendekati saya hanya untuk mengumpulkan informasi,” aku James.
Pandangan Ashafa berubah saat ibu James sakit. Ashafa datang menjenguk ibunya, bahkan saat ibu James meninggal, Ashafa hadir melayat.
Kini keduanya bekerja sama menjembatani konflik antarkeyakinan yang terjadi di negaranya. Mereka berkeliling ke segala penjuru negeri, bertemu dengan para pemuka agama, menebarkan semangat memaafkan, perdamaian, dan harmoni antarkeyakinan. Pengalaman dan perjuangan mereka juga ditebarkan ke forum-forum internasional. Kendati keduanya berbeda dalam beberapa isu teologis, mereka bertekad bekerja sama membuat dunia menjadi tempat yang lebih aman.
Kisah transformasi hubungan dua musuh itu menjadi sahabat diangkat dalam film dokumenter bertajuk The Imam and the Pastor (2006). Dalam pemutaran dan diskusi film dokumenter tersebut di kantor Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Jumat (18/8), Direktur Pusat Studi Agama dan Demokrasi (Pusad) Paramadina Ihsan Ali-Fauzi menyebutkan Senin (28/8), pendeta James dan imam Ashafa akan datang ke Indonesia.
Menurutnya, kasus-kasus intoleransi yang dipicu konflik agama atau SARA di Indonesia tidak separah di Nigeria, tapi tidak dapat dimungkiri intoleransi itu ada. Kedatangan kedua tokoh yang selain saksi juga korban intoleransi asal Nigeria tersebut diyakini dapat memberikan pelajaran yang berharga bagi Indonesia. Dia berpendapat, Indonesia juga sebenarnya punya tokoh agama yang seperti mereka, tapi sayangnya kurang banyak berbicara atau kurang mendapat ruang. (Her/M-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved