Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
PILOT sipil Shaesta Waiz, 29, menyebut dirinya sebagai gadis pemalu dengan kecerdasan rata-rata. Ia berasal dari keluarga imigran Afghanistan yang menetap di Amerika Serikat. Satu-satunya hal yang pernah terpikir olehnya ialah menjadi ibu rumah tangga. Dulunya Waiz mengira ia akan menikah di usia muda dan memiliki banyak anak sebelum menyadari ketertarikannya di dunia penerbangan. Ia mendapat beasiswa dan akhirnya bisa menjalankan misi terbang solo keliling dunia didukung lembaga nonprofit Dream Soar.
Seiring dengan perjalanan waktu, ia kemudian jatuh cinta dengan dunia penerbangan dan kini dalam misi penerbangan solo keliling dunia.
Waiz memulai penerbangan solonya dari Florida, Amerika Serikat, pada 18 Mei lalu. Ia terbang seorang diri tanpa kru pendamping dengan pesawat Beechcraft Bonanza A36 yang hanya memiliki satu mesin (single engine). Waiz melintasi 18 negara di lima benua, termasuk singgah di Bali. Bali merupakan pemberhentian ke-15 pada 4 Agustus 2017.
Di sela-sela jadwal penerbangannya, Waiz menemui perempuan muda di berbagai negara. Ia menyuarakan agar para perempuan muda, di mana pun mereka berada, tidak ragu berkarier di bidang sains, teknologi, engineering, serta matematika. Salah satunya dunia penerbangan. Bagi Waiz, menjadi seorang pilot bukan perkara gender, melainkan keterampilan dan perkara teknis. Ia tidak menampik telah menghadapi pandangan tabu terhadap perempuan yang berkarier sebagai pilot.
"Ada masa di saat orang melihat saya dan berkata bahwa tidak mungkin saya pilot dari pesawat yang saya bawa. Bahkan orang berprasangka buruk jika sebuah pesawat diterbangkan pilot perempuan. Akan tetapi, saya memilih untuk tidak memedulikan itu," kata Waiz.
Perjuangan
Berdasarkan data, pilot perempuan di seluruh dunia saat ini sangat sedikit bila dibandingkan dengan pilot laki-laki. Terdapat hanya 450 pilot perempuan di seluruh maskapai penerbangan di dunia. Jumlah itu hanya 0,6% dari total seluruh pilot maskapai penerbangan di dunia. "Jumlah itu bahkan tidak mencapai 1%. Di Afghanistan tidak ada pilot sipil perempuan sebelum saya. Saya tidak bangga dengan fakta ini, justru miris ketika mendengarnya. Dengan jumlah pilot perempuan yang lebih banyak, masyarakat bisa melihat perempuan berkarier sebagai pilot adalah sesuatu yang normal," kata dia.
Perjuangan Waiz menjadi seorang pilot pun tidak mudah dengan latar belakangnya. Ibunya tidak mendapat pendidikan. Ayahnya harus bekerja sebanyak tiga kali dalam sehari untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Waiz juga memiliki lima saudara perempuan lainnya. Mereka menetap di sebuah kawasan serbakekurangan di Richmond, California.
Waiz bahkan telah melewati Samudra Atlantik dengan pesawatnya seorang diri. Ia terbang setinggi 9.000 kaki dan mengakui pengalaman tersebut menjadi salah satu titik balik ketika ia semakin yakin dengan misinya sebagai seorang pilot. (H-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved