Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

06/4/2025 16:16

Mudik Adalah Kerinduan

TIDAK banyak warung tegal (warteg), rumah makan padang, warung soto ayam, serta gerobak penjual pecel lele dan sate madura yang beroperasi. Tenda tergulung bambu penyangga tampak diletakkan di pojok tembok atau ruko-ruko.
Pemandangan itu seolah menjadi penanda bahwa tak ada yang lebih penting dari mudik untuk merayakan Idul Fitri 1446 H di kampung halaman. Keberadaan mereka mewakili keberagaman yang datang dari berbagai daerah di Indonesia untuk menggantungkan hidup di kota.
Mudik Lebaran 2025 disebut menghadirkan fenomena yang tak terduga. Jumlah pemudik berpotensi turun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Antiklimaks bisa dirasakan saat kondisi jalur darat maupun laut cenderung lebih sepi, tidak semasif sebelumnya. Hampir tak ada kemacetan berarti, bahkan cenderung lancar di jalur mudik darat. Minim pula penumpukan kendaraan di dermaga penyeberangan antarpulau.
Berbagai kebijakan telah diterapkan, termasuk work from anywhere (WFA) dan perpanjangan masa libur. Nyatanya, hal itu dinilai tidak terlalu terdampak pada peningkatan jumlah pemudik. Justru, beberapa faktor seperti efisiensi anggaran, penurunan daya beli, dan ketidakpastian ekonomi menjadi alasan utama penurunan jumlah pemudik.
Mudik tahun ini memang cenderung lengang. Meski demikian, bagi sebagian perantau, tradisi mudik di kala Hari Raya Idul Fitri dianggap sebagai kemestian dan keharusan.
ÒMeskipun tidak semewah tahuntahun sebelumnya, berapa pun uang dan oleh-oleh yang dibawa, kami sekeluarga nanti tetap akan mudik, kebersamaan dengan orangtua dan saudara di kampung akan lebih berharga daripada segalanya,Ó ucap Mila, pemilik warteg di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, saat ditemui seminggu sebelum Lebaran. Mila, suami, dan dua anak mereka berencana mudik ke Brebes dengan patungan menyewa minibus bersama saudara sekampung yang juga membuka warteg.
Cerita lain diungkapkan Hendra, 28, pedagang tahu sumedang yang berjualan dengan menyewa tempat di depan salah satu minimarket di kawasan Ciledug, Kota Tangerang, Banten.
ÒKetika saya minta izin ke Ibu dan Bapak untuk mencari nafkah ke kota, mereka cuma minta saya untuk pulang setiap Lebaran. Jadi, dengan kondisi dagangan sepi atau ramai, saya tetap menyisihkan untuk bisa pulang kampung saat Lebaran,Ó tandas Hendra.
Ia biasa berangkat mudik pada malam takbiran menggunakan motor bersama teman-temannya yang juga berjualan tahu sumedang.
Mudik atau pulang kampung merupakan kegiatan pulang ke daerah asal masing-masing. Di balik itu, sejatinya tersirat makna dan pesan simbolik, bahwa manusia, siapa pun dia, pasti memiliki kerinduan akan asalnya. Secara fisik, manusia yang berasal dari tanah akan rindu kembali ke tanah, manusia yang berasal dari Tuhan akan rindu kembali kepada Tuhan, dan manusia yang berasal dari kampung juga bakal merindukan kampung halamannya.
Mudik dan Lebaran menjadi dua aktivitas yang terkait dan tidak terpisahkan. Kegiatan mudik yang dibarengi momen Lebaran tentu memberikan makna yang saling menguatkan. Momentum yang sangat ditunggu-tunggu untuk bertemu orangtua, sanak saudara di kampung halaman. Mudik adalah tentang kerinduan. Maka, tak mengherankan jika mudik menjadi kemestian meski terkadang harus dipaksakan. MI/RAMDANI/rdi

Baca Juga