Awasi Betul Barang Beredar

MI/TESA OKTIANA
23/12/2015 00:00
Awasi Betul Barang Beredar
(Sumber: Kemendag/Foto: MI/PANCA SYURKANI/Grafis: CAKSONO)
PENGAWASAN ketat menjadi menu wajib pemerintah terhadap semua peredaran barang di negeri ini. Gerak itu mesti dibarengi pula dengan ketegasan untuk menarik barang yang tidak sesuai ketentuan.

Dirjen Standardisasi Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Widodo menegaskan pihaknya akan terus menggencarkan pengawasan ketat terhadap peredaran barang. Namun, di sisi lain, Kemendag juga mengharapkan keaktifan pelaku usaha dan masyarakat untuk memantau produk yang mereka beli atau lihat di pasar.

Widodo menyebut jenis produk yang akan diawasi betul ialah mencakup bahan bangunan, suku cadang, makanan, elektronik, produk tekstil, dan barang lainnya.

Ia menambahkan, jika dibandingkan dengan semester I-2015, ada perubahan positif dari banyaknya produk yang memenuhi ketentuan.

Hasil pengawasan pada semester II 2015 menunjukkan 60% atau 177 produk dari total 295 produk yang diawasi telah memenuhi ketentuan SNI Wajib, petunjuk penggunaan manual dan garansi (MKG), serta pencantuman label berbahasa Indonesia.

"Adapun sisanya, sekitar 40% barang tidak sesuai ketentuan, dari hasil identifikasi kami, terdapat 51 pelanggaran terhadap SNI, 46 pelanggaran MKG, dan 22 pelanggaran label dalam bahasa Indonesia," bebernya saat konferensi pers di Jakarta, kemarin.

Widodo menambahkan pihaknya juga mengapresiasi pelaku usaha yang memusnahkan sendiri produk yang tidak sesuai ketentuan. "Itu menunjukkan kepedulian pelaku usaha terhadap perlindungan konsumen. Ada sekitar 96 perusahaan yang bahkan melarang dan menarik barang yang tidak sesuai dengan SNI Wajib.

"Menteri Perdagangan Thomas Lembong juga menekankan perlunya pengawasan berkala untuk mencegah penyelundupan dan masuknya produk impor ilegal.

"Maka dari itu, kami meminta keaktifan pelaku usaha dan masyarakat untuk memantau produk yang mereka beli atau lihat di pasar. Kalau mencurigakan, segera laporkan. Sekarang teknologi kita sudah maju, arus informasi juga cepat," imbuh Lembong.

Pengaduan konsumen
Di bagian lain, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menemukan data pengaduan tertinggi pada periode 1 Januari sampai 30 November 2015 berasal dari sektor perbankan dan pembiayaan konsumen. Tercatat pengaduan dari sektor industri keuangan mencapai 85,7%, terdiri dari 58,7% perbankan dan 27,4% pembiayaan konsumen. Di bawahnya ada pengaduan dari sektor perumahan atau properti dengan angka 10%.

"Ada peningkatan tiap tahun, dari tahun lalu 75% naik 10%, dari tahun sebelumnya juga naik," ungkap Koordinator Komisi Pengaduan dan Penanganan Kasus BPKN Djainal Abidin Simanjuntak di Jakarta, kemarin.

Ia menengarai itu lantaran masyarakat masih awam terhadap layanan keuangan perbankan. Masyarakat sering terjebak terhadap perjanjian sepihak karena tidak membaca seluruh klausul baku yang diberikan.

Karena itu, kata dia, pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus memberi edukasi ke masyarakat untuk lebih waspada serta ke pelaku usaha agar tidak melanggar UU Konsumen.

Untuk penyelesaian pengaduan, BPKN memiliki forum komunikasi penanganan pengaduan konsumen. Namun, kata Djainal, sejatinya lembaga pertama yang mesti menyelesaikan sengketa ialah pelaku usaha itu sendiri melaui unit pelayanan pengaduan dan penyelesaian sengketa. (Ire/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya