Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Perubahan Status Kontrak Freeport Idealnya Berjenjang

MI
21/2/2017 11:41
Perubahan Status Kontrak Freeport Idealnya Berjenjang
(Antara/Rosa Panggabean)

PERUBAHAN status PT Freeport Indonesia dari kontrak karya (KK) menjadi izin usaha penambangan khusus (IUPK) secara mendadak dan sepihak oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dinilai tidak bijak. Perubahan status dari KK menjadi IUPK perlu dilakukan beberapa tahap dan persyaratan.

Hal itu dikatakan pakar hukum sumber daya alam dari Universitas Tarumanagara Jakarta, Ahmad Redi. Menurutnya, ada tiga syarat perubahan KK menjadi IUPK yang harus ditempuh. "Pertama jika masa KK itu sudah habis. Kedua jika ada kesepakatan di antara dua pihak. Ketiga putusan pengadilan," ujar Redi saat dihubungi Media Indonesia, kemarin.

Redi menuturkan sejatinya KK PT Freeport Indonesia akan berakhir pada 2021 sehingga pemerintah pun harus menghormati KK yang telah disepakati sebelumnya. "Jika salah satu pihak tidak menginginkan berakhir, tidak bisa dicabut atau diubah KK menjadi IUPK secara sepihak. Jadi harus menghormati, menyelesaikan waktunya hingga 2021," jelasnya.

Pendapat berbeda diutarakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Menurut dia, Freeport mesti menghormati peraturan perundang-undangan Indonesia. Perusahaan tambang raksasa asal Amerika Serikat tersebut mesti menyadari posisinya sebagai investor lama di Indonesia.

"Freeport sudah hampir 50 tahun di sini. Jadi, mereka juga harus menghormati undang-undang kita," tegas Luhut

Luhut justru menilai selama ini Freeport tidak menjalankan kewajiban. Pembangunan fasilitas pemurnian (smelter) yang pada awalnya ditargetkan kelar pada 2009, hingga kini masih belum tampak wujudnya. Selain itu, divestasi saham hingga 51% juga belum dilaksanakan perusahaan tambang raksasa tersebut.

"Itu malah persoalan lama. Jadi, sekarang pemerintah tidak mau lagi mundur soal itu. Masa setelah 50 tahun, (kepemilikan) kita tidak boleh mayoritas di sana?" cetusnya.

Sementara itu, Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu mengganggap langkah Freeport menyiapkan proses arbitrase dinilai kurang bijak meskipun itu sudah menjadi hak perusahaan bila terjadi sengketa kesepakatan dengan pemerintah.

"Masak ancam-ancam (arbitrase). Kayak di pasar saja. Tapi ya kalau memang tidak ada titik temu, ya penyelesaiannya bisa lewat arbitrase," ujar Gus Irawan. (Adi/Jes/Tes/E-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya