Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
KEBERHASILAN perusahaan Alibaba dan Uber, dua raksasa perusahaan rintisan atau start-up, telah memberikan pengaruh begitu besar kepada para usahawan lain di dunia.
Kini orang-orang yang memiliki latar belakang teknologi informasi, ditambah dengan ide-ide brilian bermunculan, mencoba peruntungan di industri yang masih berusia belia itu.
Bahkan, mereka sampai rela meninggalkan pekerjaan yang lama demi fokus pada usaha start-up yang baru mulai dirintis. Mereka berharap bisa mengikuti kesuksesan Alibaba dan Uber.
Optimistis boleh, tetapi perusahaan modal ventura Golden Gate Ventures, bekerja sama dengan sekolah bisnis INSEAD, mengimbau masyarakat tidak tergesa-gesa melepaskan pekerjaan dan karier untuk mengejar mimpi industri start-up.
Dalam laporan yang didasarkan atas penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan Tiongkok, Golden Gate Ventures menjabarkan beberapa alasan yang menyebabkan gagalnya start-up.
Memang, di masa sekarang, cara mendapatkan modal guna mendanai proyek perusahaan rintisan jauh lebih mudah jika dibandingkan dengan beberapa tahun lalu. Namun, hal itu tidak selalu menjadi berita baik.
"Karena hal itu melahirkan kepercayaan diri yang berlebih bagi pelaku start-up maupun investor. Mereka cenderung berharap tinggi," ujar pendiri Golden Gate Ventures Vinnie Lauria seperti dilansir CNBC.
Dengan tumbuhnya rasa percaya diri berlebihan dan modal yang melimpah itu, penelitian menyimpulkan, para pengambil kebijakan di perusahaan kerap membuat keputusan yang tidak bijaksana. Akhirnya terjadi proses operasional yang tidak efisien.
Termasuk penciptaan aplikasi yang tidak sesuai dengan keinginan pasar. "Seperti Blippy, aplikasi yang memungkinkan para penggunanya mempblikasi informasi penggunaan kartu kredit dan debit. Terobosan itu tidak berjalan baik karena masyarakat menilai laporan keuangan hal yang pribadi dan sensitif," terang Lauria.
Ketidakpahaman akan kebiasaan masyarakat dan pasar juga menjadi persoalan lain yang diungkap dalam penelitian yang menghabiskan biaya hingga US$5 miliar itu.
Start-up asal Tiongkok, Gaopeng contohnya. Perusahaan yang mengedepankan produk situs jual beli itu berkeras menerapkan cara pemasaran menggunakan surat elektronik (surel).
"Padahal, masyarakat Tiongkok jarang membaca surel-surel seperti itu," tuturnya.
Persaingan sengit menjadi faktor penentu berikutnya. Kegagalan Gaopeng juga tidak terlepas dari sengitnya kompetisi di 'Negeri Tirai Bambu' itu.
Penelitian menyebutkan, di satu waktu yang bersamaan, setidaknya terdapat 5.000 situs jual beli serupa Gaopeng yang bersaing di negara tersebut. (Andhika prasetyo/E-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved