Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
MESKI sudah masuk ke Tanah Air sejak akhir tahun lalu, dana repatriasi yang masih menumpuk di rekening perbankan hingga 27 Januari mencapai Rp74,8 triliun. Jumlah itu setara dengan 70,1% dari total dana repatriasi yang masuk ke Tanah Air.
Menurut ekonom Intitute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira, pemerintah perlu membuat instrumen-instrumen dengan imbal hasil menarik untuk memancing dana repatriasi tidak hanya mangkrak di bank.
"Pemerintah dalam hal ini harus memberi insentif lebih ke pemilik dana repatriasi. Misalnya untuk sektor properti wajib pajak yang ikut tax amnesty diberi keringanan pajak jual beli tanah atau properti," ujar Bhima melalui pesan singkat kepada Media Indonesia, kemarin.
Pengusaha yang memanggil pulang dana investasinya di luar negeri, sambung Bhima, tentu memerlukan perputar-an uang yang sekurangnya sama dengan kinerja uang di tanah rantau dana tersebut. Bhima mengelaborasi imbal balik boleh jadi bukan berbentuk imbal hasil investasi, melainkan kemudahan berusaha.
"Misalnya untuk masuk ke sektor riil, fasilitas usahanya harus sudah disiapkam pemerintah, ada perizinan khusus yang cepat. Sekarang ada izin 3 jam. Kalau perlu, fasilitas untuk peserta tax amnesty bisa dibuat 1 jam khusus," lanjut Bhima.
Di sisi lain, pemerintah terus menggodok pemberlakuan pajak progresif pada tanah menganggur atau idle agar segera terealisasi. Saat ini, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menyatakan tengah menggodok aturan revisi perpajakan bersama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) membahas detail pajak progresif yang akan dikenakan kepada cukong tanah.
"Yang soal progresif ini, kita melihat dalam struktur pajak yang ada. Bagaimana supaya bisa progresivitas pajak bisa membantu lahan itu dipakai untuk lebih produktif," ungkapnya di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (3/2). (Fat/E-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved