Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Lebih Bertaji di Tahun Ayam Api

Dwi Tupani
06/2/2017 11:03
Lebih Bertaji di Tahun Ayam Api
()

OTORITAS Jasa Keuangan mengatakan rasio profitabilitas dari aset (return on assets/RoA) pada industri perbankan selama 2016 menurun tipis karena bank-bank perlu menggelembungkan biaya pencadangan akibat meningkatnya rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL).

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad di Jakarta, Jumat (3/2), mengatakan indikator RoA pada 2016 menurun tipis menjadi 2,23% dari 2015 yang sebesar 2,32%. Hal itu disebabkan ada kebutuhan mitigasi risiko terhadap aset perbankan mengingat NPL yang terus menanjak, bahkan pernah mencapai 3,1% (gross).

Pada akhir Desember 2016, NPL gross perbankan telah membaik menjadi 2,93%. "NPL memang menekan RoA. Akan tetapi, penurunan ini tidak drastis dan masih stabil. RoA Indonesia masih relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara lain," ujar Muliaman.

Faktor perlambatan pertumbuhan kredit juga menjadi salah satu penekan RoA. OJK mencatat kredit perbankan 2016 hanya tumbuh 7,87% ditandai dengan nyaris stagnannya kredit valuta asing. Pertumbuhan kredit 2016 lebih lamban daripada 2015 yang di kisaran 10%.

Muliaman merinci kredit berdenominasi rupiah tumbuh 9,15%, tetapi kredit valas hanya bertambah 0,92%. Sementara itu, dana pihak ketiga berdenominasi rupiah tumbuh 9,6% dan DPK valuta asing justru melambat alias tumbuh negatif -0,33% meski pada akhir 2015, OJK telah merilis kebijakan yang memudahkan pembukaan rekening bagi warga negara asing di Indonesia.

Cukup Menantang
Ekonom Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Doddy Ariefianto mengamini tahun lalu cukup menantang bagi industri perbankan Tanah Air lantaran adanya upaya pembenahan kredit bermasalah.

Meski demikian, beberapa bank, khususnya bank pelat merah, mampu mencetak pertumbuhan laba bersih walaupun harus mengalokasikan pencadangan cukup besar sepanjang tahun lalu.

Doddy mengatakan pencadangan dilakukan agar alur kredit tidak menjadi masalah bagi kinerja keuangan. Dengan begitu, kinerja bisnis di tahun ini tidak terganggu.

"Sejumlah bank juga melihat performa dari debitur atau perusahaan yang menerima kredit. Performa debitur dilihat, apakah dia (perusahaan meminjam) sedang 'batuk-batuk' sementara saja dan bisa disehatkan pemiliknya. Dari sini bank bisa melakukan penilaian dan menyesuaikan," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Jumat (3/2).

Ketika menyalurkan kredit, perbankan pastinya melihat jejak rekam dari perusahaan debitur. Doddy menuturkan pelaku pasar atau investor selalu memantau kinerja perbankan. "Kalau perbankan di Indonesia tebal-tebal (pencadangan), di situ memang konservatif. Hampir semua bank memiliki pencadangan. Menjadi penting ketika tingkat NPL sudah bersih, tidak terlalu tinggi, maka akan membuat laju pertumbuhan kredit meningkat," papar Doddy.

OJK meyakini perbankan bakal lebih bertaji dalam menyalurkan kredit seiring dengan risiko kredit bermasalah yang membaik dan selesainya masa konsolidasi perbankan. Kredit perbankan 2017 diestimasi OJK berkisar 9%-11%.

"Kapasitas mengabsorb risiko yang memadai sehingga ruang mendorong kredit cukup besar, ditambah potensi pertumbuhan ekonomi baik, bisa meyakinkan kita pertumbuhan kredit bisa lebih tinggi daripada tahun lalu," kata Muliaman. (Fat/Ant/Mtvn/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya