Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
SALAH satu upaya untuk menangkal kampanye negatif terkait dengan produk kelapa sawit Indonesia, menurut Menko Perekonomian Darmin Nasution, ialah dengan membuat suatu standardisasi. Dengan begitu, akan tertutup celah soal anggapan tidak sustainable-nya sawit.
"Sawit itu komoditas penting dalam perekonomian kita. Setahun lalu kita agak waswas menghadapi situasi, tapi sekarang ini kita melihat bahwa kelapa sawit sudah kembali. Kita ingin kelapa sawit ini kukuh sebagai salah satu andalan kita," terang Darmin dalam pembukaan Pertemuan Nasional Sawit Indonesia 2017 di Jakarta, kemarin.
Salah satu upayanya ialah berkaitan dengan reformasi agraria yang masuk Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Menurut Darmin, status tanah tersebut menjadi penting. Pemerintah pun akan membuat sistem untuk memastikan setiap pabrik kelapa sawit jelas dalam membeli dari rakyat atau pihak mana pun. Kelak, penguatan standar akan termaktub dalam peraturan pemerintah yang segera diterbitkan.
"Standardisasi akan kita naikkan betul dengan pembenahan di bidang perkebunan kelapa sawit, tapi bersama-sama dengan perkebunan yang lain. Kita sudah punya kerangkanya," kata Darmin.
Dalam kesempatan sama Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan dirinya mengapresiasi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP KS) yang mampu melakukan stabilisasi harga sehingga harga CPO dari US$535 per ton pada Juni 2015 menjadi US$789 per ton pada Desember 2016. Ia mengingatkan, akan ada tantangan dari Eropa yang pada 2020 bakal menerapkan kebijakan 100% sustainbility suply chain untuk produk-produk berbasis sawit.
"Ini tentu suatu tantangan, kita tidak lagi bisa hasilkan produk yang sifatnya tidak sustain atau bahkan merusak lingkungan," terang Sri. Kontribusi sawit sendiri ia akui penting bagi Indonesia. Misalnya, untuk ekspor itu sawit menyumbang 12% dari ekspor nasional. Pada 2016 nilai ekspor sawit mencapai US$17,8 miliar atau sekitar Rp231,4 triliun dengan total produksi hingga 31 juta ton. Dari sisi lapangan kerja, industri kelapa sawit mampu menyerap 5,6 juta tenaga kerja pada 2016.
Perihal kebakaran pada lahan perkebun-an sawit, Sri mengingatkan kerugiannya berdasarkan data banyak pihak mencapai 1,9% dari PDB Indonesia pada 2015. Selain itu, menimbulkan kematian atas 19 jiwa serta lebih dari 500 ribu kasus ISPA dengan perkiraan biaya kesehatan Rp2,1 triliun. Kerugian tersebut nilainya mendekati penerimaan dari ekspor. "Persoalannya, yang untung akibat ekspor itu ialah beberapa perusahaan, sedangkan ongkos dari kerugian tersebut ditanggung ribuan manusia dan masyarakat. Saya harap ini dibahas. Namun bukan dalam respons defensif, tapi konstruktif, terkait apa yang diperlukan untuk memperbaiki tata kelola kegiatan sawit dari hulu hingga hilirnya," pungkas Sri. (Dro/E-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved