Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Pajak Progresif tidak Ciptakan Distorsi

Dero Iqbal Mahendra
31/1/2017 08:18
Pajak Progresif tidak Ciptakan Distorsi
(Antara/Dedhez Anggara)

BANYAKNYA tanah yang menganggur dan dikuasi pihak-pihak tertentu menimbulkan spekulasi terhadap harga tanah. Untuk itu, pemerintah berencana mengenakan pajak progresif pada tanah-tanah menganggur.

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil menekankan, aturan terkait pengenaan pajak progresif pada tanah yang menganggur (idle) tidak dimaksudkan untuk menciptakan distorsi pada sektor industri. Hingga kini pemerintah masih mengerjakan aturan tersebut.

"Tujuannya pajak progresif itu untuk menghilangkan spekulasi di tanah yang tidak produktif," kata Sofyan di Jakarta, kemarin.

Sofyan menjelaskan harga tanah saat ini banyak yang mengalami kenaikan dan menimbulkan aksi spekulan, padahal tanah itu 'menganggur' karena diabaikan pemiliknya sehingga menjadi tidak produktif.

Untuk itu, selisih harga tanah hasil spekulan dengan harga tanah yang sebenarnya bisa dikenakan pajak progresif agar lahan tersebut secara ekonomis ikut memiliki manfaat.

"Kita tahu harga tanah sekarang berapa, misalnya Rp10 ribu per meter. Nanti kalau dijual, misalnya harga Rp100 ribu per meter, yang Rp90 ribu itu diprogresifkan pajaknya supaya orang tidak berspekulasi tanah."

Sofyan mengharapkan setiap kepemilikan tanah di Indonesia bisa memberikan manfaat yang besar bagi pembangunan dan mendorong peningkatan investasi yang bermanfaat bagi penyediaan lapangan kerja dan kegiatan perekonomian.

Harapkan pengecualian
Rencana pemerintah yang ingin menerapkan pajak progresif pada tanah - tanah yang idle dipandang Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI) Sanny Iskandar sebagai sesuatu yang positif. Meski begitu, dirinya mengharapkan adanya pengaturan khusus bagi pengelola kawasan industri dan juga pengembang (developer).

"Pajak tanah itu beragam, jadi seharusnya untuk deve-loper atau kawasan wilayah perindustrian diharapkan adanya perlakuan yang berbeda. Bagi developer umumnya memandang tanah sebagai persediaan barang yang akan diproduksi menjadi properti, sehingga tidak bisa dianggap sebagai aset," jelas Sanny kepada Media Indonesia beberapa waktu lalu.

Menurut Sammy, satu alasan para developer memiliki cadangan lahan baru membangun dan mengembangkan di masa depan karena hal tersebut membutuhkan waktu.

Pada saat yang sama, developer yang memiliki lahan pun tidak bisa langsung melakukan pembangunan sebab mereka harus mengurus perizinan, melengkapi persyaratan tata ruangnya dan juga melihat situasi yang memungkinkan untuk dilakukannya pembangunan.

"Jadi mungkin pemerintah harus melihatnya tidak bisa disamaratakan dan harus melihat dengan disesuaikan dengan situasi," jelas Sanny. Selama tanah tersebut ditujukan bukan dalam rangka investasi, mereka tidak bisa diperlakukan sama. Namun, untuk tanah yang memang ditujukan untuk investasi, hal itu bisa diterapkan.

Sebelumnya Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi mengungkapkan ketentuan mengenai pajak tanah progresif tersebut akan turun dalam waktu yang tidak begitu lama lagi. (Ant/E-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya