Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
PERCEPATAN izin di sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) berpotensi mendongkrak investasi di sektor strategis tersebut. Saat ini, investasi sektor ESDM masih di kisaran 21% dari total investasi riil yang masuk ke Tanah Air.
Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengemukakan ekspektasi tersebut dalam peresmian fasilitas layanan cepat 3 jam di sektor ESDM, di Jakarta, kemarin.
Fasilitas yang diberi nama ESDM3J tersebut menjadi bagian pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) pusat BKPM dan akan digelar dengan mekanisme 'hadir, serahkan, tunggu, dan terima'.
Perizinan yang dapat diproses mencapai 9 jenis, berupa 1 jenis kegiatan listrik dan 8 kegiatan migas. "Tadinya untuk mengurus izinnya saja bisa 20-40 hari. Dengan layanan ini izin bisa keluar dalam 3 jam."
Thomas berharap fasilitas tersebut mendorong kontribusi sektor ESDM hingga 50% dari total investasi yang digelontorkan pelaku usaha di Indonesia.
Ia menambahkan, pemberian izin sementara ini dikecualikan untuk pembangunan smelter karena izin tersebut menyangkut beberapa hal penting seperti analisis mengenai dampak lingkungan.
Berdasarkan data BKPM, realisasi investasi di sektor ESDM--di luar hulu migas--pada 2016 tercatat Rp95,7 triliun. Dari data Kementerian ESDM, realisasi investasi di sektor ESDM sudah termasuk kegiatan hulu migas mencapai Rp347,85 triliun atau sekitar US$26,76 miliar.
Dalam acara sama, Menteri ESDM Ignasius Jonan meminta BKPM lebih aktif merealisasikan investasi sektor energi. Tahun ini, investasi sektor ESDM diestimasi US$43 miliar atau Rp568 triliun. "Kementerian ESDM pun sudah mengembangkan sistem perizinan daring guna meningkatkan kontribusi investasi dan mendukung kinerja BKPM," ujar Jonan.
Independen
Dalam kesempatan terpisah, PT Pertamina mengemukakan akan menggarap proyek pengembangan kapasitas dan kompleksitas kilang (Refinery Development Master Plan/RDMP) RU VI Balongan, Jawa Barat, dan RDMP RU II Dumai, Riau, secara mandiri. Kedua proyek itu semula dilirik investor Arab Saudi, Saudi Aramco.
Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Rachmad Hardadi mengatakan pihaknya belum tertarik untuk ber-joint venture dengan badan usaha lain. "Sendiri bisa lebih cepat," ucap Rachmad di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, kemarin.
Ia menjelaskan RDMP kilang Balikpapan yang rencananya kelar pada 2019 akan meniadakan surplus nafta 30%. Ekses nafta tersebut selama ini dikirim ke kilang Balongan sebagai bahan baku BBM. Jika kilang Balikpapan selesai, tidak ada lagi ekses tersebut. Oleh karena itu, RDMP RU VI Balongan harus selesai tepat waktu.
Kilang Balongan direncanakan memulai kegiatan basic engineering design (BED) pada medio 2017 dan selesai 2020. Dalam proyeksinya, kapasitas produksi BBM dari kilang Balongan nanti akan bertambah dari 150 ribu barel per hari (bph) menjadi 240 ribu bph. Nilai investasinya sekitar US$1,2 miliar.
Saat ini ada empat kilang RDMP yang akan digarap Pertamina. Selain kilang Balongan dan Dumai, dua lainnya ialah kilang RDMP RU V Balikpapan dan kilang RDMP RU IV Cilacap. Pertamina juga akan membangun dua kilang baru (new grassroot refinery/NGRR), yaitu NGRR Tuban dan NGRR Bontang. Semua produksi kilang-kilang tersebut akan berspesifikasi Euro 5.
Ground breaking RDMP Balikpapan akan dilakukan kuartal I ini, NGRR Tuban kuartal III, dan RDMP Cilacap kuartal IV. Artinya, pekerjaan fisik kilang yang sudah dapat dimulai tahun ini sesuai tenggat," imbuh Dirut Pertamina Dwi Soetjipto. (Jes/E-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved