Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
INDONESIA dianggap belum memiliki perangkat pertahanan untuk suatu negara yang dapat menerapkan sistem izin impor ternak berskema zona based. Pendapat itu disampaikan pengamat peternakan Rochadi Tawaf saat dihubungi Media Indonesia, akhir pekan lalu. "Kita menerapkan zone based, tapi tidak punya pertahanan. Sebenarnya kami sudah ajukan itu. Pemerintah harus buat peraturan pemerintah (PP) tentang kesehatan hewan nasional dan otoritas veteriner," ujarnya.
PP tersebut seyogianya menjadi penangkal dari risiko outbreak penyakit hewan menular utama. PP itu pun memungkinkan adanya alokasi dana tanggap darurat jika outbreak terjadi. "Sekarang kita tidak punya. Kalau ada outbreak dan menjangkiti ribuan hewan ternak, kemudian mereka harus dimusnahkan, siapa yang menanggung ganti ruginya? Tidak ada. Peternak yang rugi. Seharusnya dana itu yang digunakan," terang Rochadi.
PP itu juga harus menetapkan otoritas veteriner khusus yang mumpuni dalam menentukan laik atau tidaknya hewan ternak ataupun produk-produk turunannya masuk ke Indonesia. Sejumlah persoalan yang menurutnya belum terantisipasi itu menjadikan judicial review atas UU No 41/2014 terkait Peternakan dan Kesehatan Hewan ke Mahkamah Konstitusi (MK) memang perlu. "MK harus segera memutuskan sistem mana yang dipegang Indonesia."
Sebelum rezim UU 41/2014, Indonesia menerapkan prinsip country based, yang mengizinkan importasi hanya dari negara yang sudah bebas penyakit mulut dan kuku (PMK) secara menyeluruh, seperti Australia dan Selandia Baru. Kebijakan itu lantas diubah. Prinsip zona based yang dianut belakangan membolehkan importasi dari negara yang belum bebas PMK, dengan catatan importasi berasal dari wilayah atau kota yang bebas PMK.
Perubahan itu lantas memicu gugatan sejumlah asosiasi atas UU 41/2014 lewat uji materi di MK. Proses hukum belakangan tercederai dengan tertangkapnya hakim MK oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia diduga menerima suap dari pengusaha yang ingin uji materi itu diloloskan.
Di lain hal, lembaga Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai penangkapan hakim MK soal isu importasi ternak mengindikasikan mekanisme kuota impor daging sapi rawan disalahgunakan. "Rawan terjadinya praktik korupsi dalam sistem kuota impor menghambat terciptanya persaingan sehat di antara pelaku industri. Ini membuat harga bahan pangan jadi tinggi," ucap peneliti CIPS, Hizkia Respatiadi. Studi yang tengah dihelat CIPS, klaimnya, menunjukkan harga per kg daging sapi di Singapura lebih murah sekitar Rp18 ribu ketimbang harga di Jakarta. (Pra/Ant/E-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved