Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Industri Minta Skema Dikaji Ulang

Adhi M Daryono
23/1/2017 10:21
Industri Minta Skema Dikaji Ulang
(Antara)

PEMERINTAH melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2016 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Namun, permen itu belum mendapatkan sepenuhnya reaksi positif khususnya dari pihak pelaku usaha.

Pemerintah diminta mengkaji aturan itu lagi terkait dengan gross split. "Saya kira orientasi kontraktor profit sebesar-besarnya tak mungkin ada eksplorasi, ini tidak menarik. Oleh sebab itu, (gross split) ini perlu dikaji sebelum dipaksakan," kata Direktur Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara dalam sebuah Diskusi Energi Kita di Kantor Dewan Pers, Jakarta, kemarin.

Selain itu, lanjut Marwan, pemerintah harus membuat badan pengawasan independen terhadap aturan tersebut. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) belum optimal dalam pengawasan. "Penguasaan negara ada lima aspek, pertama pengelolaan BUMN dan pengawasan, saya kira pengawasan tak optimal karena orang internal harusnya dari luar," kata dia.

Sebelumnya, Direktur Indonesia Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong menyatakan, meski mengapresiasi skema kontrak bagi hasil (PSC) berbasis gross split, industri hulu migas meminta pemerintah memastikan skema tersebut tidak akan menurunkan tingkat keekonomian.

Sebagaimana diketahui, melemahnya harga minyak dunia yang sempat menyentuh level US$30 per barel menekan laju kegiatan eksplorasi dan eksploitasi hulu migas. Investor terpaksa melakukan efisiensi lantaran iklim investasi tidak ekonomis.

"Kami tahu skema baru ini bagian dari efisiensi di sektor industri migas. Namun, kami ingin memastikan keekonomian tidak turun karena dengan sistem sekarang saja, investasi kurang atraktif," ujarnya di Kementerian ESDM Jakarta, Jumat (20/1).

Di samping itu, dia menyarankan pemerintah tidak hanya menciptakan kebijakan baru, tetapi juga terus melanjutkan pengembangan. Utamanya implementasi skema PSC gross split terhadap eksplorasi laut dalam (deep water) dan teknologi EOR (enhanced oil recovery). Penyebabnya, skema PSC baru tersebut cenderung mengakomodasi wilayah kerja (WK) konvensional.

"Inginnya ada kajian yang lebih baik bagaimana gross split ini penerapannya terhadap laut dalam atau EOR. Lalu terkait pajak ini apakah sistematikanya sama dengan sistem PSC sebelumnya," tutur Meti, sapaan akrabnya.

Tiga skema
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja mengatakan dalam skema gross split ada tiga skema yang diatur, yakni base split, variable split, dan progresif split. Base split ialah pembagian dasar dari bentuk kerja sama, sedangkan variable split dan progresif split ialah faktor-faktor penambah atau pengurang base split.

"Besarannya minyak bumi 57% untuk negara dan 43% untuk kontraktor. Gas bumi 52% untuk negara dan 48% untuk kontraktor. Aturan ini sudah sesuai dengan UU Migas," jelas Wiratmaja dalam diskusi, kemarin.

Variabel yang dapat menambahkan split untuk kontraktor, kata Wiratmaja, contohnya kondisi lapangan, spesifikasi produk, dan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang digunakan kontraktor. Selanjutnya, jika variabel lain ialah TKDN, makin banyak produk dalam negeri yang digunakan kontraktor dalam kegiatan eksplorasi serta produksi migas.

"Dengan gross split, setiap kontrak dan daerah persen pembagiannya bisa berbeda, tergantung luas lahan, sisa potensi migas dan variabel lainnya yang masih diperhitungkan pemerintah." (Tes/E-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya