Headline

Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.

OJK Lanjutkan Konsolidasi Perbankan

Fetry Wuryasti
18/1/2017 09:00
OJK Lanjutkan Konsolidasi Perbankan
(Presiden Joko Widodo seusai mendengar pemaparan dari Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad (kiri)--ANTARA/Puspa Perwitasari)

KONSOLIDASI sudah lama dianggap sebagai salah satu strategi untuk memperkuat industri perbankan Tanah Air, khususnya dalam menyikapi persaingan di lingkup regional dan global. Namun, dalam sedekade terakhir, tidak banyak terjadi konsolidasi secara alamiah, seperti pernah diharapkan regulator, pada industri perbankan Indonesia.

Sejak 2006 sampai sekarang, jumlah bank umum di Tanah Air 'hanya' menyusut dari 131 menjadi 118. Walakin, dari jumlah tersebut, hanya sepersekian yang cukup tangguh bertanding di kancah regional. Seratusan lebih bank tersebut pun belum cukup kuat untuk mengangkat perekonomian Indonesia karena tahun lalu mereka sibuk membenahi kredit bermasalah.

Dalam sambutannya pada acara Pertemuan Awal Tahun Pelaku Industri Jasa Keuangan, di Jakarta, Jumat (13/1), Wakil Presiden Jusuf Kalla kembali mengingatkan sektor perbankan punya urgensi sebagai penggerak pembangunan. Karena itu, mereka harus mumpuni. Krisis ekonomi 1998 yang pernah menerpa Indonesia, menurut Kalla, merupakan pelajaran soal pentingnya memiliki perbankan yang sehat. Saat itu, menurut Wapres, perbankan tidak diurus dengan baik sehingga menyebabkan 'kerusakan' pada perekonomian nasional. Hal serupa perlu dicegah. Apalagi, kondisi perekonomian global yang sedang lesu bukan tidak mungkin menekan performa bank jika tidak dijaga baik.

"Bukan jumlahnya, melainkan sehat dan kuatnya yang kita butuhkan," tegas Kalla.

Dalam kesempatan serupa, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengemukakan rencana untuk memangkas jumlah bank umum lewat konsolidasi. Setidaknya akan berkurang lima entitas, begitu kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad. "Konsolidasi perbankan tetap berlanjut. Salah satu pilar konsolidasi, bank harus sehat termasuk dari segi modalnya," kata dia,

Konsolidasi tersebut bisa berupa penggabungan (merger) atau konsolidasi strategis untuk memilah segmen setiap bank.

Pada 2017, lanjut Muliaman, OJK akan mengedepankan tiga pilar konsolidasi perbankan. Pertama, konsolidasi untuk meningkatkan penetrasi dan akses masyarakat.

Kedua, konsolidasi untuk membuat kapasitas permodalan bank tetap sehat. Ketiga, untuk meningkatkan kontribusi bank pada perekonomian.

Muliaman menambahkan konsolidasi itu akan disegerakan. Namun, entitas bank mana yang akan gugur, Muliaman enggan membocorkan. "Nanti saja," ujarnya.

Terlampau banyak
Senada dengan Wapres, Ketua Direktur Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menganggap jumlah bank di Indonesia memang terlampau banyak. Sebab itu, konsolidasi jadi keniscayaan. Toh, saat ini kondisi perbankan memang sudah terkonsentrasi pada beberapa bank besar saja. "Dari 118 bank, bisa dikatakan yang besar hanya 4," ungkapnya.

Dari data OJK, 45,48% aset perbankan di Tanah Air memang dikuasai empat bank saja. Sebagian bank, terutama bank kecil, menurut Yose, kurang efektif dan bahkan kalah saing dalam upaya menghimpun dana masyarakat. Ketidakefisienan itu, imbuhnya, tampak dari suku bunga deposito yang umumnya lebih tinggi. "Jadi, kalau perlu 10 atau 15 bank yang dimerger. Namun, bukan mereka digabungkan ke bank yang sudah besar, melainkan mereka digabung menjadi pemain baru yang besar, yang mampu bersaing," usul Yose.

Ia mengingatkan OJK perlu jurus berbeda jika ingin menggencarkan konsolidasi bank. Peraturan dan insentif yang pernah dirilis regulator di waktu lalu belum cukup berdaya. "Bank-bank kecil itu rata-rata punya swasta. Mereka sebetulnya tahu perlunya konsolidasi, tapi mereka pasti berhitung untung-rugi dulu," ucapnya. (Dro/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya