Headline

Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.

Freeport dan Amman Mengkaji

Tesa Oktiana Surbakti
14/1/2017 09:52
Freeport dan Amman Mengkaji
(ANTARA/Muhammad Adimaja)

DUA perusahaan pertambangan yang masih menyandang status kontrak karya (KK), PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (semula bernama PT Newmont Nusa Tenggara), tengah mengkaji keputusan pemerintah mengubah status menjadi perusahaan dengan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) agar tetap dapat mengekspor konsentrat (mineral mentah).

Hal itu perlu dijalankan kedua perusahaan pascarevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Mineral dan Batu Bara menjadi PP Nomor 1 Tahun 2017.

“Betul masih kami kaji karena aturannya baru keluar,” ujar juru bicara PTFI, Riza Pratama, seusai pertemuan tertutup di Kantor Ditjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Jakarta, kemarin.

Riza mengamini bahwa perubahan status KK menjadi atensi besar bagi perusahaan, mengingat akan terjadi perbedaan hak dan kewajiban dalam KK Freeport yang berakhir 2021 begitu berubah statusnya menjadi IUPK. Namun, Riza menepis bahwa ketentuan itu memberatkan perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut.

“Bukan memberatkan sebetulnya. Cuma kita harus mengkaji lagi, mempelajari lebih dalam. Kita juga belum tahu dampaknya terhadap operasi akan seperti apa,” imbuh Riza.

Terkait dengan kewajiban pembangunan smelter, Riza menyatakan PTFI berkomitmen penuh menyelesaikan pabrik smelter di kawasan industri Petrokimia Gresik yang diklaim kemajuannya baru mencapai 14%. Adapun serapan anggaran proyek tersebut baru sekitar US$212,9 juta per November 2016 dari total nilai investasi US$2,2 miliar. Hanya saja, Riza menekankan pembangunan smelter tetap membutuhkan kepastian perpanjangan kontrak yang diharapkan hingga 2041.

Presiden Direktur Amman Mineral Nusa Tenggara Rachmat Makkasau pun enggan berkomentar lebih detail mengenai ketentuan perubahan status KK menjadi IUPK bila ingin tetap melanjutkan ­ekspor konsentrat. Pihaknya menyatakan kegiatan operasi perusahaan tambang tersebut masih berjalan normal.

“Kita lagi pelajari PP-nya, operasi masih normal semua. Fokus utama kita agar mesin operasi berjalan dengan baik,” cetus Rachmat singkat.

Sekretaris Ditjen Minerba Iwan Prasetya Adhi menuturkan pertemuan tertutup dengan dua perusahaan tambang raksasa itu baru sebatas sosialisasi. Dalam artian belum ada keputusan apakah kedua perusahaan tetap mempertahankan status KK atau mau beralih menjadi IUPK. “Belum ada keputusan apa-apa, tadi masih sosialisasi PP baru,” ujar Iwan.

Kementerian ESDM telah memastikan proses perubahan KK menjadi IUPK akan diperingkas maksimal 14 hari asalkan dokumen lengkap.

Diatur PMK
Kementerian ESDM juga mengusulkan kepada Kementerian Keuangan untuk menaikkan bea ekspor konsentrat dari 5% menjadi 10%. Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan tarif itu memang pelaksanaan dari kebijakan soal minerba yang dirumuskan Menteri ESDM. “Kalau sudah diumumkan segitu, ya sudah begitu,” ujarnya di Jakarta, kemarin.

Di tempat sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tarif 10% untuk bea keluar ekspor minerba sudah sesuai dengan spirit sebelumnya, yakni mendukung industri smelter di dalam negeri. Pelaksanaan tarif bea akan segera diatur dalam peraturan menteri keuangan (PMK). “Yang dilakukan Menteri ESDM akan kami lihat dan tuangkan ke dalam PMK untuk pelaksanaannya.” (Try/E-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya