Headline

Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.

Fokus

Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.

Impor Beras tidak Terburu-Buru

MI/ARIF HULWAN
28/9/2015 00:00
Impor Beras tidak Terburu-Buru
(ANTARA)
PRESIDEN Joko Widodo meyakini stok beras masih mencukupi, setidaknya hingga akhir tahun, meski terjadi kemarau panjang. Alih-alih mengimpor, pemerintah memilih untuk memperbaiki penyebaran dan produksi beras serta memberikan insentif kepada petani.

Harga pun diharapkan bisa terkontrol baik. "Sampai detik ini tidak ada impor meski saya kira banyak desakan untuk kita mengimpor beras. Cadangan beras sampai hari ini ada 1,7 juta ton. Cukup aman," ucap Presiden seusai panen raya dan penanaman bibit padi varietas IPB 3S di Desa Cikarang, Cilamaya Wetan, Karawang, Jawa Barat, kemarin.

Dalam acara penanaman dan pemanenan yang menggunakan mesin buatan Institut Pertanian Bogor (IPB), Jokowi beberapa kali berbincang serius dengan Rektor IPB Herry Suhardiyanto, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, dan Kepala Perum Bulog Djarot Kusmumayakti.

Jokowi mengatakan angka cadangan beras 1,7 juta ton mungkin bertambah lewat panen yang masih berlangsung hingga November. Penambahannya bisa mencapai 300 ribu ton. Kebutuhan untuk penyaluran beras sejahtera (rastra) sebanyak 220 ribu ton pun tidak banyak memengaruhi cadangan beras itu.

Tantangannya ada fenomena iklim El Nino yang menyebabkan kemarau panjang. Skenario terburuk kemarau bisa berlangsung hingga Januari 2016. Peluang mengimpor beras pun masih terbuka. "Ini masih dalam perhitungan semuanya," jelas Jokowi.

Meski terdampak El Nino, Amran menyatakan ketahanannya lebih bagus dari sebelumnya. Ia membandingkan saat terjadi fenomena iklim yang sama pada 1998 yang tidak lebih parah daripada sekarang. Ketika itu, RI mengimpor 7,1 juta ton beras.

"Sampai hari ini, hampir setahun pemerintahan, belum ada impor," ucap Amran.

Presiden menegaskan komitmen pemerintah untuk mewujudkan swasembada beras. Itu antara lain melalui intesifikasi dengan benih berproduktivitas tinggi seperti padi IPB 3S.

Rektor IPB mengungkapkan produktivitas varietas temuan tim peneliti IPB itu mencapai 9,4 ton/ha gabah kering giling (GKG). Sebagai perbandingan, rata-rata produksi GKG nasional ialah 5,5 ton/ha.

Langkah lainnya, redistribusi 9 juta hektare lahan pertanian yang menurut Presiden masih dalam proses perhitungan. Insentif untuk petani pun tengah digodok agar mampu menarik tenaga kerja terjun ke sektor pertanian pangan.

Harga mulai naik

Pasokan beras di beberapa daerah sentra beras di Jawa Tengah seperti Demak, Kudus, Pati, Rembang, Pekalongan, dan Batang mulai berkurang. Harga beras pun bergerak naik Rp500-Rp1.000 per kg di beberapa pasar tradisional, menjadi Rp10.000-Rp10.500 per kg.

Sebagian petani enggan melepaskan gabah dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. "Para tengkulak dan pedagang datang untuk menawar gabah kami, tetapi tidak kami dijual karena jumlah panen yang merosot hingga 50% dari biasanya dan untuk persediaan makan dan benih sendiri," kata Warisan, 45, petani di Onggorawe, Kecamatan Sayung, Demak.

Untuk meredam kenaikan harga lebih lanjut, Pemerintah Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, mempercepat penyaluran rastra. Harga beras di wilayah itu tercatat Rp9.000-Rp9.500 per kg untuk beras IR 64 kelas medium. (Wib/Bow/AS/LD/RF/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya