Headline

DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.

Berbagi Beban di Hulu Migas

Fetry Wuryasti
24/9/2016 03:50
Berbagi Beban di Hulu Migas
(ANTARA FOTO/Idhad Zakaria)

PENURUNAN produksi dan minat investor untuk mengelola sektor hulu migas nasional sering dikaitkan dengan semakin tidak menariknya skema kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) yang ditawarkan pemerintah. Pun, dari kaca mata kepentingan nasional, sorotan diarahkan kepada ketentuan biaya produksi yang dikembalikan (cost recovery) untuk kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas yang dianggap tidak berimbang dengan keuntungan yang diraih negara dari sektor ekstraktif itu.
Sembari menunggu keluarnya UU Migas baru yang tengah digodok perlemen, pemerintah pun merevisi aturan cost recovery yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 79/2010.
“Kami telah melakukan beberapa kajian mengenai PP 79/2010. Tujuannya, bagaimana menciptakan lingkungan dan perekonomian yang kompetitif dan mampu menarik kegiatan ekonomi produktif,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (23/9).
Beleid itu perlu direvisi karena dari sisi efi-siensi kegiatan eksplorasi, jumlah sumur dan biaya eksplorasi masih kurang kompetitif. Itu juga menjelaskan alasan produksi minyak Indonesia tidak meningkat kala harga minyak dunia sangat tinggi. “Ada pemangkasan pajak dan insentif yang ditawarkan lewat perubahan PP 79/2010,” katanya (lihat grafik).
Beleid baru itu juga memperkenalkan konsep penerimaan migas berdasarkan sliding scale. Pemerintah ikut berbagi beban dan menikmati keuntungan bila ada kenaikan harga minyak secara drastis. Ani, demikian ia biasa disapa, meyakini rezim baru ini akan lebih mencerminkan keadilan pada manajemen risiko maupun manfaat. “Berdasarkan kalkulasi tim, bila fasilitas itu diterapkan, nilai keekonomian proyek akan meningkat dari IRR (internal return of rate) 11,59% menjadi 15, 16%.”
Dirjen Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja belum memastikan kapan aturan baru tersebut bakal diterapkan pemerintah. “Lebih cepat lebih baik, kalau bisa tahun ini. Begitu ini terbit, kita harap langsung banyak yang ikut lelang. Jumlah total KKKS kan turun terus sejak ada PP 79/2010,” katanya
Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan menerangkan sampai hari ini potensi migas yang terpantau di Indonesia berkisar 100 miliar barel. “Tahun depan, daerah potensial di laut dalam yang akan disisir dengan teknologi 2D. Satu sumur di laut dalam invetasinya US$75 juta-US$125 juta. Kalau sampai dry hole, dengan rata-rata rasio kesuksesan 39% untuk penemuan minyak, akan sangat besar potensinya.”

Pajak ditanggung pemerintah
Saat menanggapi hal itu, Direktur Indonesian Petroleum Association (IPA) Sammy Hamzah menyayangkan tidak masuknya prinsip assume and discharge dalam revisi PP 79/2010. Dalam prinsip assume and discharge, kontraktor mendapat bagi hasil yang sudah bersih dan tidak perlu lagi membayar pajak tidak langsung. Sebaliknya, bagi hasil yang didapat pemerintah sudah termasuk pajak.
“Tanpa prinsip itu, apa jaminan tidak akan ada lagi pajak lain untuk kegiatan KKKS? Bisa saja berganti kepemimpinan, malah muncul beban pajak yang lain,” cetus Direktur IPA Sammy Hamzah kepada Media Indonesia, kemarin.
Prinsip itu dinilai menjadi penstabil sekaligus penjamin keberlangsungan KKKS dengan seluruh pajak di masa eksplorasi ditanggung pemerintah. (Tes/E-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya