Headline

Istana minta Polri jaga situasi kondusif.

Sisi Suplai Perlu Sentuhan Lebih

Iqbal Musyaffa
02/9/2016 00:45
Sisi Suplai Perlu Sentuhan Lebih
(Antara)

UPAYA pemerintah untuk merumahkan penduduk dalam program Satu Juta Rumah sejauh ini masih lebih banyak menyentuh sisi permintaan pembelian dengan menggenjot daya beli masyarakat. Sementara itu, sisi suplai, yakni pasokan rumah, masih belum terbantu secara optimal. Sebagaimana diketahui, untuk membantu daya beli masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memberikan bantuan melalui subsidi KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR-FLPP), KPR Selisih Suku Bunga (SSB), dan Bantuan Uang Muka (BUM). Dengan subsidi tersebut, MBR mendapatkan bunga rendah, yakni 5%, dan berlaku hingga masa kredit 20 tahun. Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian PU-Pera Syarief Burhanuddin dalam diskusi bersama media di Jakarta, Senin (29/8), mengatakan saat ini FLPP sudah terserap sebanyak 100% untuk 100 ribu unit rumah dengan total anggaran Rp9,2 triliun.

"Skema KPR-SSB dan BUM menjadi salah satu penopang dalam mencapai target program pembangunan sejuta rumah," ujarnya.
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PU-Pera Maurin Sitorus mengatakan pembangunan rumah dengan dana APBN ditargetkan sebanyak 700 ribu unit melalui penyediaan rumah, seperti pembangunan rumah susun, rumah khusus, dan rumah swadaya sebanyak 200 ribu unit dan melalui pembiayaan perumahan bagi MBR melalui KPR-FLPP, SSB, dan BUM sebanyak 600 ribu unit. "Pemerintah dari sisi demand mendorong melalui FLPP sekitar 100 ribu unit melalui anggaran Rp9,2 triliun, sedangkan melalui SSB dan BUM ini bisa sampai 400-500 ribu unit dengan anggaran Rp2,3 triliun," urainya.

Dengan harga rumah sebesar Rp110,5 juta dan bunga 5% selama 20 tahun, angsuran yang dibayar masyarakat per bulan sebesar Rp722 ribu atau lebih kecil jika dibandingkan dengan menggunakan bunga pasar dengan angsuran yang harus dibayar sebesar Rp1,281 juta. "Sebanyak 40% penduduk kita masih MBR, inilah yang harus kita dukung," tambah Maurin. Diakuinya, bantuan yang diberikan pemerintah baru sebatas pada dukungan di sektor permintaan dan belum secara optimal memiliki kebijakan untuk membantu penyediaan perumahan dari sisi pasokannya. Saat ini yang sudah dapat dibenahi untuk menggenjot sisi pasokan perumahan ialah kemudahan perizinan untuk pembangunan rumah subsidi melalui Paket Kebijakan Ekonomi Ke-13 yang dalam waktu dekat akan diikuti dengan peluncuran peraturan pemerintah.

"Masalah pengadaan tanah masih proses. Pengadaan land bank pemerintah sudah mulai melaksanakan. Di Kemenkeu ada lembaga manajemen aset negara salah satu fungsinya sebagai bank tanah, termasuk pembiayaan untuk infrastruktur. Namun, masih terbatas untuk tol saja. Pengadaan tanah untuk perumahan masih dalam tataran konsep apakah di bawah Kementerian Keuangan ataukah Kementerian ATR/BPN," ujar Maurin.

Subsidi tambahan
Beberapa pengembang mengeluhkan tingginya kredit konstruksi untuk membangun rumah subsidi yang besarannya sama dengan kredit konstruksi rumah komersial di kisaran 13%. Wakil Ketua Umum REI Bidang Rumah Sederhana Tapak Dadang Juhro mengatakan bunga kredit konstruksi satu digit untuk rumah subsidi sebenarnya bisa dilaksanakan asalkan pemerintah mau memberikan subsidi. "Subsidi kredit konstruksi untuk rumah subsidi memang konsekuensinya menambah anggaran APBN. Namun, apakah isu ini bisa dikemukakan atau tidak tetap harus dibahas dulu bersama di Kementerian PU-Pera apa saja kendala dan kemungkinannya," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Divisi Subsidi BTN Irwandi Gafar mengatakan BTN menyediakan berbagai produk pembiayaan untuk sisi suplai dan permintaan untuk pembangunan perumahan. "Khusus untuk sisi suplai kita ada kredit pembelian lahan khusus untuk perumahan subsidi, kredit konstruksi, kredit modal kerja, serta kredit investasi," ujarnya. (S-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya