Headline

Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.

Fokus

Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.

Membangun Bank Sentral bukan Warisan Kolonial

10/8/2016 11:47
Membangun Bank Sentral bukan Warisan Kolonial
(ANTARA/Rivan Awal Lingga)

ERA kolonial sering hanya diidentikkan sebagai masa kelam dan kenangan pahit penderitaan sebuah bangsa, meski sejatinya upaya menancapkan kuku yang dilakukan penjajah di masa silam bisa juga menjadi fondasi bagi perkembangan sebuah negara setelah merdeka.

Sejarah panjang itu juga yang telah dilalui Bank Indonesia (BI) yang memulai kiprah sebagai bank sentral dari titik nol di masa kolonial dahulu.

“BI yang lahir pada 1 Juli 1953 adalah hasil perjuangan bangsa Indonesia menuju kedaulatan ekonomi. Perjuangan itu dimulai dari didirikannya De Javasche Bank milik Belanda pada 1928,” papar Gubernur BI Agus Martowardojo saat mengupas buku Perjuangan Mendirikan Bank Sentral Indonesia di Jakarta, kemarin.

De Javasche Bank merupakan bank sirkulasi Hindia-Belanda yang berkembang dengan membuka cabang di sejumlah wilayah. Bank itu memiliki tujuan ekonomi sekaligus alasan politis, yakni memperkuat pengaruh Belanda di wilayah Indonesia.

Agus menceritakan, kala itu, De Javasche Bank menggunakan gulden sebagai satu-satunya mata uang dan alat tukar. Saat penjajah berganti, Jepang pun memakai yen sebagai pengganti gulden.

Setelah Indonesia merdeka, pemerintah Indonesia menyadari peredaran mata uang asing harus segera dihentikan dan menetapkan rupiah sebagai satu-satunya mata uang sah yang beredar di Nusantara.

“Banyak desakan dari berbagai pihak untuk mendirikan bank sentral yang fungsi dan posisinya sama seperti De Javasche Bank.”
Pada 1946 lahirlah Bank Negara Indonesia (BNI) sebagai bank pertama sekaligus bank sentral untuk Indonesia.

Namun, seiring berjalannya waktu, BNI menghadapi berbagai tantangan dari sisi sumber daya manusia, sarana dan prasarana, dan ketidakstabilan politik, yang membuat BNI 46 sulit menjadi bank sentral secara utuh.

“Indonesia dengan 17 ribu pulau di dalamnya menjadi tantangan besar bagi BNI,” ujar Agus.

Atas kesadaran itulah, lanjut Agus, pemerintah melangsungkan aksi akuisisi De Javasche Bank dengan membeli bank tersebut menggunakan uang rupiah. “Jadi, De Javasche Bank itu bukan dinasionalisasi, tapi kita beli dan bayar bank itu dengan uang Indonesia,” cetusnya.

Karena itu, bukan tanpa alasan buku itu pun dirilis dalam rangka peringatan ulang tahun ke-71 kemerdekaan RI.

“Buku ini merupakan upaya dokumentasi penggalan sejarah ekonomi terutama terkait BI, dan yang layak digarisbawahi BI bukan warisan kolonial. Ini bagian dari konsistensi pejuang kita sehingga Indonesia merdeka dan diakui sebagai negara dengan ekonomi terbesar ke-16 di dunia,” tandas Agus. (Anastasia Arvirianty/E-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya