Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
ORIENTASI terhadap kelestarian lingkungan dan pengurangan sumber energi fosil untuk pembangkit harus menjadi bagian dari pengembangan infrastruktur kelistrikan nasional.
Penggunaan jaringan pintar (smart grid) yang mengintegrasikan pengelolaan pembangkit dan distribusi listrik dengan teknologi informasi dan komunikasi bisa menjadi pilihan untuk menekan biaya pokok produksi.
Melalui jaringan bestari itu, terjalin komunikasi dua arah antara PT PLN (persero) selaku produsen listrik nasional dan konsumen.
Konsep itu terbilang anyar karena belum banyak diaplikasikan pada pembangkit listrik di Tanah Air.
Namun, proyek percontohan smart grid berskala kecil sudah diterapkan di Pembangkit Listrik Tenaga Hibrida (PLTH) Nusa Penida, Bali, yang memadukan pembangkit bertenaga bayu (PLTB), surya (PLTS), dan diesel (PLTD).
Pembangkit berbasis diesel difungsikan ketika suplai PLTS dan PLTD tidak memadai saat terjadi perubahan cuaca.
"Belajar dari Nusa Penida, kita hitung efisiensinya bisa 15%-20% dalam setahun. Jadi beban PLTD tidak terlalu tinggi," tutur anggota Dewan Pakar Prakarsa Jaringan Cerdas Indonesia (PJCI) Parno Isworo saat berbincang di hadapan media di Jakarta, Senin (25/7).
Menurut mantan Direktur Keuangan PLN itu, sistem elektronik smart grid mampu mengefisienkan jaringan listrik seiring berkembangnya energi baru terbarukan (EBT) sebagai sumber tenaga pembangkit.
"Dengan masuknya EBT, smart grid ini semacam prasyarat. Kalau disambung dengan micro grid, tinggal dimasukkan alat pengaturnya. Jadi beban di pembangkit konvensional bisa dialihkan, walau butuh waktu untuk peralihan dari pembangkit EBT ke konvensional," imbuhnya.
Selain itu, jaringan cerdas memiliki keunggulan dalam menanggulangi gangguan listrik.
Pasalnya sistem tersebut mampu membaca kebutuhan setrum, misalnya wilayah mana yang mengalami kelebihan beban atau produksi listriknya berlebih.
"Seperti sistem di Jawa yang punya 25 juta pelanggan, beban puncaknya 15 ribu megawatt (Mw). Semestinya tidak perlu terjadi pemadaman bergilir ketika ada sistem otomatis yang mengintegrasikan kebutuhan dan suplai," ujar anggota Dewan Pakar PJCI Ngurah Adyana.
Menurut mantan Direktur Jawa, Bali, dan Sumatra PLN itu, konsep integrasi jaringan cerdas dapat menunda investasi penambahan pembangkit listrik baru.
Dampak turunannya ialah jaringan serat optik dalam smart grid berpotensi dipakai bersama untuk menunjang jaringan utilitas lainnya, seperti telekomunikasi dan televisi kabel.
"Program smart grid seiring dengan program Indonesia broadband di 2025 dengan target menjangkau 70% rumah tangga di Indonesia," tuturnya.
Regulasi khusus
Maka dari itu, pihaknya berharap konferensi smart grid di Yogyakarta pada 28 Juli 2016 dapat mempertemukan sejumlah pemangku kepentingan (Kementerian ESDM, BPPT, dan PLN) termasuk pemerintah daerah.
"Yogyakarta juga akan dijadikan wilayah percontohan jaringan cerdas yang menyatukan jaringan listrik dengan kabel internet, berikut mengintegrasikan jaringan listrik dari hulu ke hilir. Di sana juga akan dikembangkan PLT angin dan surya," tukas Ngurah.
Ia pun menekankan perlunya regulasi khsusus tentang smart grid untuk mempercepat dan menjadi payung hukum pengembangannya.
"Selain itu, perlu komitmen yang tinggi dari pemerintah daerah untuk mempermudah pembangunan pembangkit dan pengembangan smart grid ini," tandasnya. (E-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved