Headline
Istana minta Polri jaga situasi kondusif.
RENCANA pemerintah memperlebar keran impor daging sapi dengan memperkenankan pihak swasta mengimpor jenis <>secondary cut ataupun jeroan disambut pro dan kontra.
Kalangan importir menyambut baik kebijakan yang dinilai bisa menurunkan harga daging sapi di pasaran hingga di bawah Rp100 ribu per kilogram (kg). Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Importir Daging Sapi (Aspidi) Thomas Sembiring, harga daging sapi masih stabil tinggi juga karena peran swasta termasuk kecil dalam penyediaan pasokan ke pasaran.
"Pasti bisa menurunkan harga dengan swasta dibolehkan impor <>secondary cut. Mungkin akan turun sampai di bawah Rp100 ribu per kg dari yang selama ini Rp120 ribu-Rp130 ribu per kg," ucap Thomas melalui sambungan telepon, kemarin (Rabu, 13/7).
Namun, Thomas masih pesimistis harga daging sapi bisa mencapai target Presiden Joko Widodo, yakni Rp80 ribu per kg. Menurutnya, harga daging di level Rp80 ribu bisa terjadi bila komposisi daging dan lemaknya 15%.
Thomas pun menilai impor jeroan bisa membantu para pedagang makanan memenuhi kebutuhan mereka. Dia beranggapan jumlah jeroan dari peternak lokal masih kurang. "Kita masih kekurangan jeroan, terutama jantung untuk bikin bakso."
Namun, dia masih enggan menyebut jumlah daging sapi yang akan diimpornya pascarevisi Permentan No 58/2005 dikeluarkan.
Dipertanyakan
Sebaliknya, pengamat peternakan Rochadi Tawaf mengatakan datangnya jeroan dari luar negeri akan mendistorsi harga dan merusak mekanisme pasar lokal.
"Dulu kan pemerintah menyeleksi. Jantung tidak boleh masuk, babat tidak boleh masuk, karena kita punya produksinya sendiri dan cukup untuk pasar dalam negeri," ujar Rochadi.
Ia menyebutkan regulasi impor jeroan tidak lain hanya akan menguntungkan para importir. "Jeroan itu di sana tunanilai. Harganya Rp0. Hanya keluar modal transpor dibawa ke Indonesia. Anggaplah setiap kilogramnya butuh modal Rp10 ribu lalu di sini dijual Rp30 ribu."
Produsen daging lokal yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo) mempertanyakan kebijakan terbaru pemerintah yang memberikan lampu hijau terhadap impor jeroan.
Direktur Eksekutif Apfindo Joni Liano menjelaskan dilarangnya impor jeroan selama ini bukan tanpa alasan. "Yang pertama karena pertimbangan kehalalannya. Yang kedua adalah harga," ujar Joni, kemarin.
Ia mengungkapkan, dari negara-negara asal, khususnya non-Asia, jeroan itu sangat murah karena merupakan barang buangan yang tidak menjadi konsumsi manusia.
Hal senada diungkapkan Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi yang menilai impor jeroan sapi merupakan kebijakan yang merendahkan martabat masyarakat. Pasalnya, jeroan di negara-negara Eropa justru digunakan sebagai pakan anjing dan tidak layak dikonsumsi manusia.
"Kandungan residu hormon pada jeroan sapi di negara yang membolehkan budi daya sapi dengan hormon sangat tinggi sehingga tidak layak untuk konsumsi karena membahayakan kesehatan manusia," ucap Tulus lewat keterangan resmi, kemarin.
Sementara itu, terkait dengan kehalalan bahan pangan impor, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia untuk memastikan daging dan jeroan dari luar negeri laik dan bisa dikonsumsi atau tidak.(Pra/E-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved