Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Sudahi Praktik ala Pemadam

Tesa Oktiana Surbakti
15/6/2016 05:20
Sudahi Praktik ala Pemadam
(ANTARA)

GEJOLAK harga pangan saat Ramadan seakan menjadi persoalan yang sulit diuraikan. Oleh karena itu, pemerintah harus memperbesar atensi terhadap distribusi, pasokan, dan regulasi.

Hal itu dikemukakan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani saat meninjau pasokan bahan pokok di Thamrin City, Jakarta Pusat, Selasa (14/6).

"Pemerintah tidak bisa lagi membuat planning ad hoc atau sesaat. Harus ada perencanaan dengan berbagai skala prioritas. Jangan setelah terjadi kebakaran baru repot memadamkan," kata Rosan.

Ketika mengomentari upaya pemerintah membuka pintu impor seluas-luasnya untuk meredam harga beberapa komoditas strategis seperti daging, Rosan menilai kebijakan itu bukan solusi tepat.

Kendati demikian, lanjut Rosan, Kadin tetap membantu pemerintah menstabilkan harga selama bulan puasa hingga Lebaran. "Fokusnya ayam, daging, beras, telur, dan bawang merah. Kami berkoordinasi dengan Kadin daerah. Nanti kami saling membandingkan data dengan pemerintah," ujar Rosan.

Bertahan

Di sisi lain, pemerintah daerah berkomitmen menekan harga daging hingga Rp85 ribu per kg lewat operasi pasar. Menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat, harga tersebut belum sesuai permintaan Presiden, yakni Rp80 ribu. "Tetapi sudah jauh di bawah harga pasar. Kami tidak mau permintaan yang tinggi dimainkan kartel. Kami siasati dengan operasi pasar.

"Dirut PD Dharma Jaya Marina Ratna Dwi Kusuma menyarankan agar pemerintah menyeimbangkan perlakuan antara bagian daging dan bagian jeroan, kepala, kaki, kulit, dan buntut (oval meat).

"Harga daging mahal karena oval meat tidak dihargai. Ya, pedagang harus menghargai daging cukup tinggi untuk menutup biaya. Hingga kini, harga daging masih di atas Rp100 ribu. Maksimal kami bisa menekan menjadi sekitar Rp95 ribu-Rp99 ribu untuk daging biasa dan Rp105 ribu untuk tenderloin," ungkap Marina.

Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya harga daging, menurut Ketua KPPU Syarkawi Rauf, bermula ketika pemerintah memangkas kuota impor sejak 2009 karena ingin swasembada. "Setiap tahun, kuota dikurangi 10% tanpa diimbangi kenaikan produksi di dalam negeri. Akibatnya, terjadi kelangkaan dan harga melejit dari sekitar Rp60 ribu hingga puncaknya pada 2015 sekitar Rp120 ribu.

"Syarkawi mengatakan untuk menekan harga, pemerintah mesti menekan biaya di tingkat penggemukan. "Harga dari feedloter harus Rp33 ribu-Rp34 ribu per kg agar di pasar bisa dipatok Rp80 ribu.

"Operasi pasar daging beku di sejumlah daerah ternyata tidak berpengaruh pada penjualan daging segar. Di Pasar Kliwon, Temanggung, Jateng, harga daging masih Rp110 ribu per kg. Menurut Romah, penjual daging, harga itu bertahan dari awal Ramadan hingga mendekati Lebaran.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran mengatakan pedagang tidak ambil untung besar dalam menjual daging sapi. Ia menuding para pelaku feedlot atau importir lah yang membuat harga daging bertahan tinggi.

"Harga itu ditetapkan yang punya sapi. Bisa feedloter, pengimpor, atau broker. Ini yang membuat pedagang ketergantungan, perilaku kami dikendalikan mereka." Ia menambahkan, para feedlot baru bersedia menurunkan harga sapi hidup dengan kondisi tulang, kepala, dan kulit sapi diambil mereka. Pedagang tidak sepakat dengan hal itu. (Ssr/Put/Jay/Jes/TS/TB/SS/SY/RF/X-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya