Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
INDUSTRI kosmetik dalam negeri masih berkutat dalam kesulitan mendapatkan bahan baku.
Hingga kini, pelaku usaha di industri itu sulit meningkatkan daya saing lantaran 90% pasokan bahan baku masih bergantung dari impor.
"Pengusaha ingin meningkatkan daya saing, tapi masih tergantung pasokan impor. Ironisnya, bahan baku impor pun sebenarnya berasal dari Indonesia, tapi diekspor terlebih dahulu untuk diolah di luar negeri," papar Ketua Umum Perhimpunan Perusahaan dan Pengusaha (PPA) Kosmetika Indonesia, Putri Kusuma Wardani di Jakarta, Rabu (1/6).
Menurutnya, peran pemerintah dibutuhkan untuk memastikan ketersediaan pasokan bahan baku demi memacu daya saing industri kosmetik.
"Kalau di negara lain yang sudah maju, industri hulu kosmetik itu dibangun dan dikelola BUMN."
Saat menanggapi hal itu, Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kemenperin Harjanto mengungkapkan seiring berjalannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), industri hulunasional juga tidak hanya fokus ke pasar lokal, tapi juga perlu ekspansi ke luar.
"Memang perlu ada suatu insentif atau kemudahan mengembangkan industri bahan baku. Selama ini, kita mengekspor bahan mentah dan mengimpor hasil olahan menjadi bahan baku industri kosmetik."
Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Maura Linda Sitanggang menyebut pemerintah sudah membuat peta jalan pengembangan bahan baku farmasi dan kosmetik.
Saat ini, terdapat 760 perusahaan kosmetik yang menyerap 75 ribu tenaga kerja langsung dan 600 ribu tenaga kerja secara tidak langsung.
Sejauh ini, neraca perdagangan produk kosmetik pun masih surplus 85%.
Nilai ekspor kosmetik 2015 mencapai US$818 juta, lebih besar daripada impornya yang sebesar US$441 juta. (Dro/E-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved