Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
MINIMNYA sosialisasi pemerintah kepada pelaku usaha lokal dinilai menjadi salah satu penyebab berbagai skema perdagangan internasional yang diikuti Indonesia kurang termanfaatkan maksimal.
Padahal, koordinasi pemerintah dan dunia usaha berperan penting memperkuat negosiasi dan diplomasi terkait dengan perdagangan internasional.
"Indonesia harus menjadi pemain di era globalisasi. Karena itu, Kadin ingin menjadi mitra pemerintah dalam kesiapan industri nasional, berikut peluang menembus akses pasar," ujar Waketum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani di sela-sela Rakor Kadin di Jakarta, Rabu (1/6).
Shinta menekankan pelaku usaha mesti mengawal proses diplomasi yang dilakukan pemerintah.
Ia juga meminta pelaku usaha dilibatkan dalam kajian agar kerja sama dapat mendatangkan dampak positif.
Fakta kurang maksimalnya efek skema dagang itu terhadap perekonomian, menurutnya, juga mengindikasikan pentingnya pemetaan atas potensi yang dimiliki Indonesia agar diplomasi dan negosiasi dalam perdagangan global menguntungkan Indonesia.
"Produk-produk ekspor potensial perlu kita petakan untuk mengukur sejauh mana daya saing yang dimiliki terkait trade agreement yang disepakati," imbuhnya.
Saat ini, Indonesia masih merampungkan negosiasi sejumlah perjanjian perdagangan internasional, seperti Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), Indonesia-European Union CEPA, Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), dan akan menyusul Trans Pacific Partnership (TPP).
Menteri Perdagangan Thomas Lembong mengakui Indonesia kerap tersandung kendala standardisasi dalam proses negosiasi perdagangan internasional.
Diperlukan reformasi internal untuk menciptakan standardisasi produk lokal.
"Dalam perundingan free trade agreement (FTA), sering kali masalahnya standardisasi. Maka itu, kita harus meningkatkan standar kita supaya sesuai dengan negara tujuan ekspor."
Standardisasi yang dimaksud mencakup persoalan kebersihan (higienitas), kualitas, hingga pengecekan.
Masih adanya kendala proses diplomasi dan negosiasi membuat Indonesia tertinggal dari negara-negara satu kawasan.
Thailand memiliki 26 FTA, Malaysia 18 FTA, dan Filipina 15-16 FTA, sedangkan Indonesia hanya 10 FTA.
Infrastruktur
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengungkapkan kawasan Asia telah menjadi motor penggerak ekonomi global dan Indonesia menjadi salah satu penggeraknya.
Retno menyebut Indonesia telah menjadi tuan rumah yang baik bagi para investor di sektor perdagangan.
Akan tetapi, ia menekankan pentingnya perbaikan infrastruktur untuk menciptakan produktivitas dan pertumbuhan yang berkelanjutan.
"Sekarang isunya ialah bagaimana menggerakkan investasi ke sektor infrastruktur. Negara-negara luar sudah mengakui kualitas proyek infrastruktur di Indonesia, tapi kita tetap harus meningkatkan kapasitas untuk menjadi pemain kunci," tutur Retno. (E-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved