Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
MUNGILMU, patform edukasi berbasis digital yang menawarkan kelas nonformal bagi usia pra sekolah dan usia sekolah dasar.
Perjalanan lembaga pendidikan berskala kecil dan menengah ini bermula dari anak Azka Madihah yang ketika itu lebih menikmati belajar dengan dirinya, alih-alih di sekolah. Hal itu terjadi karena saat sang anak sudah menyelesaikan tugas dan membutuhkan kegiatan lebih, justru tidak terakomodasi. Sebab itu, anak Azka lebih merasa nyaman ketika belajar dengan sang ibu.
Azka sebelumnya memang punya latar belakang mengajar anak-anak. Dia lantas berpikir, bisa jadi yang dialami sang anak dan dirinya juga dialami oleh anak-anak dan orangtua lain. Pada September 2016, Azka kemudian membuka Mungilmu, yang ketika itu cuma beranggotakan sekitar lima orang di tim. Saat itu, yang ditawarkan Mungilmu ialah panduan belajar nonformal bagi anak-anak prasekolah dengan model langganan. Ketika itu, sistemnya baru sesederhana dengan menyediakan modul pembelajaran dalam format PDF lalu bisa dicetak oleh orangtua pemesan dengan sistem prapesan (pre order).
Selain dari modul pembelajaran, Mungilmu juga punya produk mainan edukatif yang juga jadi salah satu sumber pemasukan. Pada awal itu, omzetnya baru berkisar puluhan juta. Modal itu Azka gunakan di antaranya untuk membangun situs resmi yang cuma menghabiskan sekitar Rp1 jutaan per tahunnya. Di samping untuk memenuhi kebutuhan paket belajar.
“Jadi waktu itu Mungilmu merespons banyaknya orangtua yang membutuhkan materi belajar untuk anak mereka. Juga ada pendampingan konsultasi. Saya dan teman-teman yang punya latar belakang mengajar dan psikologi anak, saat itu menyediakan tawaran kebutuhan tersebut,” kata CEO Mungilmu, Azka Madihah, saat berbincang dengan Media Indonesia melalui konferensi video, Senin (21/2).
Dalam perkembangannya, platform edukasi anak nonformal berbasis langganan ini kemudian menyediakan kelas-kelas ekstrakurikuler yang fokusnya pada pengembangan kapasitas kepercayaan diri anak-anak, yang menurut Azka masih banyak yang memiliki kompleks inferior. Lewat kelas-kelas tersebut, bersama platformnya, Azka bertujuan membangun kepercayaan diri anak-anak dalam melihat keberagaman cita-cita dan melihat masa depan mereka.
Dalam kelas-kelas tersebut, Mungilmu menawarkan sesi pembelajaran yang semula aksesnya cukup terbatas, dengan kelas daring aksesibilitasnya menjadi lebih terjangkau.
“Kalau dulu kayaknya kan susah, ya, nyari kursus robotika, musik, atau seni. Itu kayaknya jadi privilese bagi anak yang tinggal di urban dan itu juga cuma bisa dijangkau oleh kalangan menengah ke atas. Kami menghadirkan dengan kelas daring dan ada banyak pilihan kelas. Namun, kami merasa tetap punya tanggung jawab pada yang diajarkan. Jadi secara kurikulum, seleksi tutor, brainstorm, ada masukan dari psikolog juga, itu kami lakukan agar sesuai dengan anak-anak.”
Pertumbuhan eksponensial
Dengan menghadirkan berbagai kelas via daring tersebut, Mungilmu lalu mengalami pertumbuhan yang eksponensial. Terlebih di masa pandemi. Saat ini, sudah lebih dari 40 ribu murid yang mengikuti kelas mereka. Dari yang semula pada 2016 cuma dimotori oleh lima orang dalam satu tim, kini sudah bertumbuh menjadi sekitar 60 orang dalam tim manajemen dan tutor.
Perkembangan itu diakui Azka karena Mungilmu mengubah model bisnis yang dijalankan. Sebelum pandemi, mereka cuma punya kelas-kelas privat yang dalam satu kelasnya satu tutor cuma mengajar dua hingga tiga murid. Tapi, bentuk tersebut diubah dengan cara memperbanyak jumlah murid dalam satu kelas, tetapi harga diturunkan.
Hal itu pun berdampak pada pertumbuhan bisnis Mungilmu. Pada 2020, setidaknya omzet mereka mencapai Rp500 juta lebih. Lalu pada tahun lalu, omzet mereka sudah melampaui lebih dari Rp1 miliar dalam setahun.
“Waktu awal 2016 masih puluhan juta. Lalu di 2017 itu kami sudah punya omzet per tahun antara Rp200 juta dan Rp300 juta,” tambah Azka.
Kelas-kelas ekskul yang dihadirkan pun mulai lebih beragam. Dari yang semula cuma ada sembilan kelas, kini Mungilmu punya kelas keterampilan lebih dari 100 kelas. Dengan satu tutor bisa mengampu lebih dari dua kelas. Tentu perubahan strategi yang dilakukan saat pandemi terbukti jitu meningkatkan skala bisnis Mungilmu. Mereka melihat peluang dari kebutuhan banyak orangtua yang merasa anaknya butuh kegiatan di tengah berbagai dinamika pandemi.
“Perbedaannya, dulu kami yang cari pelanggan ketika belum full online. Karena tutor juga terbatas. Dengan sekarang ini, pengguna Mungilmu langsung eksponensial. Titik balik justru saat pandemi. Kami mencoba membaca peluang di saat krisis.”
Dengan omzet per tahun yang terakhir tercatat pada 2021 mencapai Rp1 miliar, pos terbanyak masih dibutuhkan untuk kebutuhan sumber daya manusianya, yang mencapai 40%. Adapun sisanya, 60%, dibagi-bagi ke dalam sekitar lima pos, mulai dari pengurusan aset digital, iklan digital, riset dan pengembangan bisnis (termasuk membangun studio dan perpustakaan), bujet survei indeks kepuasan pelanggan, dan cadangan kas.
Soal pembayaran tutor, Mungilmu punya sistem bagi hasil dan ambang batas minimal yang telah disepakati kedua belah pihak. Kebanyakan tutor memang punya kontrak kerja secara lepas (freelance).
“Ada bagi hasil, ada juga batas minimal. Jadi meski kelas tertentu itu muridnya lebih sedikit bila dibandingkan kelas lain, tetap ada penghargaan yang sangat-sangat layak. Dalam satu sesi mengajar, itu bisa lebih besar dari gaji guru honorer di daerah. Ini memang fakta yang agak menyedihkan bagi tenaga pengajar di daerah, ya.”
Untuk sistem kelasnya, biasanya dibagi per kelompok usia dan sesuai dengan kriteria yang diminati murid berdasarkan formulir yang diisi sebelum mendaftar. Saat mengecek ke situs resmi mereka, harga di tiap sesinya berada di kisaran Rp85 ribu untuk seluruh kategori usia mulai dari balita dan anak usia 7-12 tahun. Beberapa program kelas ekskul yang ditawarkan di antaranya balita koki cilik, komik, sulih suara (voice over), yoga, florist, bahasa isyarat, dan penulisan kreatif.
Integrasi
Untuk memperbaiki performa dari jasa yang ditawarkan, Mungilmu kini juga berinvestasi pada pengembangan platform mereka. Saat ini mereka mengakui, meski telah mendorong digitalisasi model bisnis sejak awal, masih ada beberapa kekurangan. Salah satunya ialah masih ‘tercecernya’ layanan saat orangtua akan mendaftarkan anak mereka untuk ikut kelas.
Azka misalnya mencontohkan, untuk mendaftar masih harus melalui situs resmi. Begitu juga mengisi formulir penilaian pada awal untuk menentukan kriteria kelas yang bisa diikuti. Sementara kelasnya berlangsung di platform konferensi video. Koordinasi antara orangtua murid dan tutor, ada di aplikasi perpesanan. Semuanya belum terintegrasi dalam satu sistem.
Hal itu kemudian yang membuat Mungilmu ingin membangun sistem manajemen yang terintegrasi agar semua layanan tersebut bisa diakses lebih simpel. Saat ini, mereka baru saja membuat prototipe sistem manajemen yang terintegrasi yang bujetnya mencapai Rp100 juta.
“Kalau sampai bisa digunakan oleh user itu ya butuh sekitar Rp2 miliar,” tambah Azka.
Nantinya, sistem manajemen terintegrasi yang dimiliki Mungilmu akan bisa diakses melalui situs resmi mereka dan melalui aplikasi sehingga pelanggan bisa dengan lebih mudah melakukan transaksi maupun mengakses kelas.
Saat ini, pemasukan Mungilmu selain didapat dari kelas-kelas, juga dari kerja sama dengan instansi maupun perusahaan swasta. Pun, dari penjualan kit yang berkaitan dengan pembelajaran.
“Ada periode ketika kelas-kelas yang direct ke pelanggan itu lebih banyak (pendapatannya). Misalnya terkait dengan momentum liburan sekolah karena banyak orangtua mencari kegiatan untuk anak mereka. Tapi kadang lebih besar dari kerja sama dengan brand. Nominalnya dari belasan juta sampai ratusan juta. Tergantung dari skalanya. Kami bukan saja menyediakan kelas ketika kerja sama dengan brand, tapi bisa juga kami bertindak sebagai konsultan untuk kampanye acara mereka.”
Ekosistem digital
Selama lima tahun nyemplung dalam bisnis yang sejak awal sudah mengacu pada ekosistem digital, Azka belajar banyak dari proses yang dilalui bersama Mungilmu. Ia berpandangan, dalam ekosistem digital saat ini masih ada yang perlu dibenahi untuk turut mengerek para pelaku bisnisnya.
“Menurut saya, ketika ekosistemnya itu dibuat, kadang meriah di awal saja. Misalnya mau dibuat startup center di kota mana, kemudian ada pelatihan gratis untuk apa, lalu ikut mentoring. Tapi kemudian untuk follow up itu ke depannya yang kadang-kadang masih berat,” kata Azka.
Ia mencontohkan pengalaman yang didapatnya saat ikut pendampingan, platformnya membuat beberapa pengembangan bisnis. Tapi ketika program pendampingannya kelar, tidak ada lagi kanal untuk bertanya lebih lanjut.
“Padahal kan digital itu ilmunya baru terus, ya. Tapi kemudian kami bingung ke mana harus bertanya, atau yang bisa mendampingi dari yang sudah kami kembangkan di program pendampingan sebelumnya. Jadi menurut saya soal sustainability-nya masih kurang.”
Ia pun berharap pemerintah bisa benar-benar membuat ekosistem digital baik berupa pendampingan, mentoring, dan lainnya yang berbasis keberlanjutan. (M-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved