Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Ribuan Izin Usaha Minerba Dicabut demi Tata Kelola yang Baik

M Ilham Ramadhan Avisena
08/1/2022 13:19
Ribuan Izin Usaha Minerba Dicabut demi Tata Kelola yang Baik
Ilustrasi: Area tambang di Timika, Papua, Sabtu (19/9/2021).(Antara)

ASOSIASI Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI) mendukung langkah pemerintah yang mencabut ribuan izin usaha pelaku usaha mineral dan batu bara (minerba) karena abai pada kewajiban mereka. Hal itu dinilai penting demi menjalankan amanat peraturan perundang-undangan dan mendorong tata kelola yang baik.

"Pada dasarnya kami mendukung tindakan pemerintah mencabut izin-izin (perusahaan) tambang yang tidak melaksanakan kewajiban. Hal itu juga diatur secara tegas dalam UU Pertambangan Mineral dan Batubara. Tindakan tersebut positif untuk memperbaiki tata kelola pertambangan minerba di Tanah Air," ujar Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia kepada Media Indonesia, Sabtu (8/1/2022).

Baca juga: Antetokounmpo Cetak 31 Poin, Bucks Kalahkan Nets

Dia menambahkan, pengusaha minerba wajib melaksanakan dan menerapkan good mining practices guna menghasilkan tata kelola yang baik dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penerapan good mining practices itu beberapa di antaranya yakni melaksanakan segala kewajiban perpajakan, reklamasi, pengelolaan lingkungan.

Selain itu, pelaku usaha minerba wajib memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tenaga kerjanya, melaksanakan kegiatan pascatambang dengan baik, pengelolaan dan pemberdayaan masyarakat, hingga mendorong peningkatan nilai tambah.

Diketahui sebelumnya, pemerintah mencabut izin 2.078 perusahaan pertambangan minerba karena tidak pernah menyampaikan rencana kerja, begitu juga dengan 192 izin sektor kehutanan seluas 3.126.439 hektare dicabut karena tidak aktif, tidak membuat rencana kerja, dan ditelantarkan.

Tidak hanya itu, pemerintah juga mencabut hak guna usaha (HGU) perkebunan yang ditelantarkan seluas 34,448 hektare. Dari luasan tersebut, sebanyak 25.128 hektare adalah milik 12 badan hukum, sisanya 9.320 hektare merupakan bagian dari HGU yang terlantar milik 24 badan hukum. 

Dukungan pencabutan izin usaha juga disampaikan oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Langkah itu dinilai mampu memperbaiki tata kelola sumber daya alam agar ada pemerataan, transparan dan adil, untuk mengoreksi ketimpangan, ketidakadilan, dan kerusakan alam.

"Kadin Indonesia mendukung langkah Presiden Jokowi yang mencabut izin-izin usaha yang tidak dijalankan, tidak produktif, dialihkan ke pihak lain, serta yang tidak sesuai peraturan. Hal tersebut sesuai prinsip keberimbangan. Pemerintah memberikan sanksi atau punishment bagi pelanggar aturan atau prinsip dan memberikan reward yang proporsional bagi perusahaan yang sudah menjalankan kewajibannya dengan baik," kata Arsjad dikutip dari siaran pers yang diterima, Sabtu (8/1).

Dia bilang, pembenahan dan penertiban izin yang dilakukan pemerintah merupakan upaya perbaikan tata kelola pemberian izin pertambangan dan kehutanan serta menciptakan iklim usaha yang sangat baik bagi investor, terutama soal kemudahan izin usaha yang transparan dan akuntabel.

Di sisi lain, Setara Institute menilai langkah yang diambil pemerintah tersebut patut untuk diapresiasi. Pasalnya, masalah tata kelola izin sektor pertambangan, kehutanan dan perkebunan memang menjadi persoalan kompleks. Namun, setelahnya arah keputusan langkah tersebut dianggap sangat berorientasi pada pembukaan peluang sebesar-besarnya bagi investor.

"Upaya mengembalikan dan mengakomodasi hak masyarakat atas tanah masih belum terlihat jelas. Sedikitpun tidak ada penyampaian terkait dengan arah reforma agraria, pengelolaan hutan untuk rakyat ataupun masyarakat adat, yang seringkali menjadi korban dari adanya pemberian izin kepada perusahaan," ujar Peneliti Bisnis dan HAM Setara Institute Nabhan Aiqani.

Menurutnya, pemerintah hanya menggunakan terminologi kemitraan antara kelompok masyarakat dengan perusahaan yang kredibel dan berpengalaman. Keputusan yang diambil pemerintah juga menurut Setara Institute terkait dengan rentetan peristiwa yang terjadi seminggu terakhir.

Pemerintah sebelumnya telah menerapkan kebijakan larangan ekspor batu bara selama satu bulan (hingga 31 Januari 2022), dan Menteri BUMN juga mengeluarkan keputusan untuk mengganti Direktur Energi Primer PLN. Kedua hal itu dilatarbelakangi oleh terbatasnya suplai batu bara (domestic market obligation) kepada PLN.

Selanjutnya, data tentang jumlah HGU dan IUP yang dicabut tidak dibarengi dengan transparansi terhadap nama-nama perusahaan pemegang izin. Walaupun tidak memungkinkan disampaikan pada pengumuman Presiden tersebut, namun setidaknya keputusan presiden mesti dibarengi dengan dokumen data tentang nama-nama perusahaan yang dimaksud dan dapat diakses secara terbuka oleh publik.

Baca juga: Di 2022, Disney+ Hotstar Bertekad Hadirkan Lebih Banyak Konten dari Asia

Isu mengenai transparansi data, terutama HGU dan konsesi, sudah lama digaungkan oleh kelompok masyarakat sipil agar pemerintah berani membuka data, terutama bagi yang memiliki izin ratusan ribu hektare. "Jika ini tidak dilakukan, artinya, keputusan pemerintah saat ini sangat kontekstual dan sumir," kata Nabhan.

Menurutnya, belum ada visi kebijakan yang konkret untuk membenahi tata kelola pertambangan, kehutanan, dan perkebunan yang dikuasai oleh sebagian besar korporasi, sementara akses atas lahan untuk masyarakat semakin menunjukkan ketimpangan yang besar. Ditambah lagi dengan massifnya agenda pembangunan proyek strategis nasional (PSN) dan IKN (Ibu Kota Negara). (Mir/A-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irvan Sihombing
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik