Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Suku Bunga KUR Jadi 12%

MI/ANSHAR DWI WIBOWO
18/6/2015 00:00
Suku Bunga KUR Jadi 12%
(ANTARA/Rosa Panggabean)
PEMERINTAH menurunkan suku bunga program kredit usaha rakyat (KUR) dari 22% menjadi 12%. Kebijakan itu diharapkan memberi kemudahan pembiayaan bagi pelaku usaha mikro dan kecil.

"Kita akhirnya berhasil perjuangkan pemangkasan suku bunga KUR dan satu perbankan pelaksana sudah sanggup. Bunga turun jadi 12% dari 22%," ujar Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Anak Agung Gede Ngurah (AAGN) Puspayoga seusai rapat terbatas di kompleks Istana Presiden, Jakarta, kemarin.

Estimasinya, suku bunga yang akan disubsidi pemerintah itu berlaku efektif mulai akhir Juni ini atau awal Juli mendatang. Sekarang, pemerintah sedang menyusun aturan teknis penyaluran program kredit yang sempat vakum pada tahun lalu akibat tingginya rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL). Tahun ini pemerintah menganggarkan Rp30 triliun digulirkan lewat KUR.

Program KUR versi revisi kali ini membatasi plafon pinjaman maksimal Rp25 juta. Sasarannya ialah pengusaha mikro dan kecil. Serupa program sebelumnya, KUR tidak memerlukan agunan dari debitur. Sebagai kompensasinya, kredit bank akan dijamin PT Asuransi Kredit Indonesia dan Perum Jaminan Kredit Indonesia.

Bank pelaksana KUR yang sudah siap ialah BRI. Menurut Puspayoga, bank lain belum dilibatkan karena terkendala oleh kesiapan. "Kita lihat perkembangan lebih lanjut. Kalau yang lain siap, baru boleh ikutan."

Belum ada ruang

Terkait dengan suku bunga acuan, otoritas moneter belum bisa memangkas suku bunga Bank Indonesia (BI rate) dalam waktu dekat meski pemerintah telah melontarkan desakan. Menurut Presiden Komisaris Indonesia Infrastructure Finance Chatib Basri, permintaan itu sukar terwujud dalam jangka pendek sebab belum ada ruang untuk menurunkan BI rate dari kini 7,5%.

"Suku bunga rendah akan membuat rupiah makin melemah. Kalau bunga rendah, berarti return (imbal hasil) dari investasi di sini lebih kecil. Kalau return lebih kecil, uangnya pulang," papar eks menteri keuangan tersebut di Jakarta, kemarin.

Apalagi, situasi pasar finansial masih belum stabil akibat ketidakpastian normalisasi suku bunga Bank Sentral AS (The Fed). Selama momentum kebijakan The Fed masih memantik spekulasi, ujarnya, selama itu pula pasar labil.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengamini normalisasi The Fed rate membuat negara-negara berkembang mengalami tekanan capital outflow.

"Memang dari sisi moneter, untuk merespons kebijakan itu kita tidak bisa dengan instrumen suku bunga. Pelonggaran suku bunga akan berdampak pada pelemahan kurs," imbuhnya.

Pemerintah sudah beberapa kali meminta suku bunga ditekan agar kredit bank bisa lebih murah dan aktivitas ekonomi lebih menggeliat.

Alih-alih dengan instrumen suku bunga, BI berupaya mendorong perekonomian dengan memancing konsumsi, antara lain via pelonggaran rasio kredit bank (loan to value/LTV) di sektor properti dan uang muka untuk sektor otomotif.

Dengan pelonggaran itu, bank bisa memberi kredit lebih besar, sementara uang muka yang mesti disiapkan masyarakat menjadi lebih kecil.

Menurut Gubernur BI Agus Martowardojo, revisi kebijakan LTV sudah ia teken. "Sekarang pasti sudah di Kementerian Kehakiman (Kementerian Hukum dan HAM), pertengahan minggu depan bisa keluar," ujarnya seusai pelantikan Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto di Gedung Sekretariat Mahkamah Agung, Jakarta, kemarin. (Fat/Ire/E-2)

(Fat/Ire/E-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik