Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Batam Banyak Problem tapi Tetap Menarik

22/4/2016 07:00
Batam Banyak Problem tapi Tetap Menarik
(MI/AHMAD PUNTO)

TENTU tak ada yang meragukan potensi ekonomi Batam. Saat muncul isu dualisme pengelolaan kawasan Batam antara Badan Pengusahaan (BP) Batam dan pemerintah Kota Batam pun, kota berjuluk ‘Little Singapore’ ini tetap menjadi magnet investasi.

Bermacam sektor industri mulai peralatan elektronik, tekstil, hingga perkapalan ada di sini. Imbasnya, keberadaan industri itu menjadi pendorong utama sektor properti di Batam.

Belum lagi statusnya sebagai free trade zone (FTA) yang salah satu insentifnya ialah pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) 10%, juga pengembangan wisata di daerah itu yang utamanya untuk menarik wisatawan dari negera jiran, permintaan terhadap sektor properti mestinya berkibar.

“Peluang properti di Batam makin besar karena didorong pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan pemerintah. Ini makin membuka kesempatan bagi pengembang untuk mengembangkan proyek komersial maupun hunian berkonsep kota mandiri,” tutur Ketua DPD Realestat Indonesia (REI) Batam Djaja Roeslim, saat ditemui di Batam, pekan lalu.

Pernyataan Djaja seperti mendapat konfirmasi ketika mulai 1-2 tahun lalu sejumlah pemain besar properti menanamkan pengembangan di Batam. Ada Grup Agung Podomoro Land, Grup Sinarmas Land, juga Grup Ciputra yang telah memulai proyek mereka. Mereka bakal bersaing dengan pemain-pemain lokal yang sebetulnya tak kalah ekspansif seperti Grup Cipta.

Namun, problem klasik kota besar mulai pula menghinggapi Batam, yakni kekurangan lahan di kawasan favorit. Djaja mencontohkan, saat ini konsentrasi pengembangan masih di kawasan Batam Center seluas kurang lebih 1.000 hektare. “Mestinya kita memang mulai kawasan lain juga cukup prospektif.”

Harga tanah juga cukup menjadi problem. Lahan di kawasan Batam Center, misalnya kini sudah dihargai Rp3 juta-Rp5 juta/m2. Bahkan, kawasan Nagoya lebih kencang lagi, bisa mencapai Rp5 juta-Rp10 juta/m2.

Edon, General Manager Grup Cipta, mengakui perkembangan harga tanah cukup menyulitkan pengembang. Ia mencontohkan perusahaannya yang dulu lebih dikenal sebagai pengembang hunian menengah bawah, sejak 3-4 tahun lalu mulai berpaling ke segmen menengah atas. “Itu salah satunya karena kita sudah sulit cari lahan murah.”

Bagaimana dengan pasar properti untuk orang asing, terutama setelah ada regulasi baru yang coba memudahkan mereka membeli properti di Indonesia? Djaja mengakui karena geografis Batam selama ini jadi incaran warga asing, mungkin akan paling terimbas aturan baru tersebut. “Tetapi bukan berarti orang asing akan serta-merta berbondong-bondong datang. Mereka tentu akan pelajari dulu terkait hal lain, misalnya perizinan,” tandasnya. (Pun/HK/S-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya