Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Ditjen Pajak Disarankan Incar Limit Melebihi Rp 50 Juta

Nuriman Jayabuana
03/4/2016 14:04
Ditjen Pajak Disarankan Incar Limit Melebihi Rp 50 Juta
(Dok.MI)

TIDAK lama lagi, sejumlah perbankan penerbit kartu kredit harus melaporkan setiap transaksi kartu kredit ke Direktorat Jenderal Pajak. Aturan tersebut tercantum di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39 Tahun 2016 yang diterbitkan 23 Maret pekan lalu.

Direktorat Jenderal Pajak dapat mengawasi seluruh detil transaksi pemegang kartu kredit untuk keperluan pengawasan pajak.Pengamat pajak Yustinus Prastowo menyarankan pemerintah mendetilkan kembali aturan kewajiban pelaporan data tersebut supaya implementasinya dapat berjalan lebih efektif. Prastowo mengusulkan agar pemerintah menyasar pemegang kartu kredit yang memegang plafon besar.

"Lebih baik lagi kalau plafon yang wajib dibuka itu ditetapkan, misalnya kartu kredit dengan plafon di atas Rp 50 juta saja. Kalau yang kecil, selain bikin gaduh, ya isinya ya cuma utang," ujar Yustinus kepada Media Indonesia (3/4).

Di samping itu, Yustinus juga menyarankan pemerintah untuk membangun sistem otomatis pemungutan pajak atas dari penggunaan kartu kredit yang bernilai besar. "Pungut saja pajak penghasilan di setiap transaksi yang jumlahnya besar, pungutannya bisa langsung melalui merchant atau provider kartu kredit," ujar dia.

Pada dasarnya, ujar dia, kewajiban perbankan melapor penggunan transaksi kartu kredit ke DJP tak melanggar aturan kerahasiaan data nasabah. Selain itu, secara formal, aturan seperti itu juga diterapkan di sejumlah negara. "Secara legal tidak melanggar karena tidak termasuk data yang dirahasiakan menurut UU Perbankan. Kartu kredit berbeda dengan kriteria nasabah, sehingga tidak dikategorikan sebagai data rahasia," ujar dia.

Ia menjelaskan, kebijakan tersebut membuka peluang bagi aparat pajak untuk mencocokan data sekaligus mengukur profil pembayar pajak. Dari pencocokan data tesebut, akan terlihat kewajiban pajak yang semestinya dibayarkan. Sebab tiap transaksi kartu kredit dapat dibandingkan dengan penghasilan pembayar pajak. "Kalau konsumsinya lebih besar dibanding penghasilan, ya kemungkinan besar ada penghasilan yang belum dilaporkan dalam SPT," katanya.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkapkan langkah tersebut merupakan kebijakan untuk memperluas basis data perpajakan. "Artinya, mengumpulkan pajak tanpa data yang cukup istilahnya seperti perang tanpa senjata. Senjata untuk mendapatkan pajak ya perluasan basis data. Makanya kami butuh data yg banyak, ya gak harus data rekening saja tapi misalnya juga dengan data pemakaian kartu kredit," ujar Bambang.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad turut menyampaikan dukungan terhadap kebijakan tersebut. Menurutnya, beleid perbankan hanya menetapkan kerahasiaan data pada simpanan nasabah. Sehingga data penggunaan kartu kredit dapat digunakan sebagai acuan pemerintah memonitor perpajakan. "Kalau di dalam UU Perbankan kan yang wajib dirahasiakan itu hanya data nasabah yang dalam bentuk simpanan, kalau kredit kan ga rahasia," ujar Muliaman.(OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik