Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
SETAHUN lalu, Raya, 32, datang ke unit gawat darurat (UGD) sebuah rumah sakit swasta di kawasan Jakarta Selatan. Pada dokter jaga yang bertugas saat itu, Raya mengeluhkan nyeri pada kaki kirinya yang tidak bisa menapak sempurna. "Seperti ada duri di dalam tumit saya. Sakit sekali," ujar Raya saat berbincang dengan Media Indonesia di Jakarta, Kamis (3/3). Setelah dilakukan rontgen dan analisis oleh dokter ortopedi, Raya dinyatakan menderita osteofit. Sakit yang dirasakannya berasal dari tumbuhnya tulang rawan baru di tumit kaki kiri akibat cara berjalan dan pemakaian alas kaki yang kurang tepat. "Memang sih beberapa tahun terakhir saya asal saja membeli sepatu, terutama jenis flat shoes. Gara-gara kejadian ini, saya diminta untuk tidak sembarang memakai sandal maupun sepatu, terutama yang teplek (tipis)," ungkapnya.
Sehari-harinya, Raya memang banyak berjalan kaki dalam menjalankan aktivitasnya. Namun, setelah peringatan dokter itu, Raya pun datang ke sebuah pusat perbelanjaan untuk membeli sepatu lari bersol lunak dan cukup tebal untuk dipakai berjalan. Enam bulan setelah itu, keluhan nyeri di tumit kirinya pun berangsur hilang setelah rutin menggunakan sepatu barunya. Raya masih menggunakan sepatu bertali itu hingga saat ini untuk menunjang semua aktivitasnya. "Small thing but big impact," cetusnya. Dikutip dari laman Wikihow, tipe kaki manusia terdiri dari tiga jenis, yaitu normal, pronation, dan supination, Pronasi merupakan rotasi alami kaki yang terjadi saat Anda melangkah.
Jika kaki Anda berputar ke dalam terlalu banyak, berarti Anda melakukan pronasi yang berlebih (overpronate) dan bisa mengalami cedera kaki karena kebiasaan ini. Sebaliknya, jika Anda kurang melakukan pronasi atau underpronate, kaki Anda tidak mampu menyerap guncangan dengan cukup dan bisa terkena cedera juga. Cedera kaki juga menjadi momok bagi Anda yang rutin melakukan olahraga. American Orthopaedic Foot & Ankle Society (AOFAS) menyatakan pemilihan sepatu yang tepat tak hanya mencegah cedera, tapi juga mampu meningkatkan performa. Hal itu diakui oleh Feby Dwi Sutianto. Pria kelahiran 16 Februari 1989 itu mengatakan sepatu olahraga memiliki keunggulan kualitas jika dibandingkan dengan sepatu untuk kebutuhan lifestyle. "Sepatu untuk olahraga memang berbeda dengan kegiatan sehari-hari. Sepatu joging pun beda tipenya dengan sepatu untuk bersepeda," ucapnya kepada Media Indonesia dalam kesempatan terpisah.
Pandangan Feby didukung hasil riset Dr Paul Langer, spesialis ortopedi dari Amerika Serikat. Dilansir dari foxnews.com, penulis buku Great Feet for Life itu mengatakan sepatu dengan outsole datar dan kuat cocok untuk pengguna yang berlatih angkat beban karena membantu untuk menahan beban, sedangkan bagi orang yang gberaktivitas treadmill dianjurkan menggunakan sepatu lari. Pasalnya, alas kaki ini didesain lebih ringan dari sepatu olahraga umumnya yang bertujuan mendukung gerakan lari yang terus-menerus. Untuk latihan kardio sebaiknya menggunakan sepatu yang memiliki insole tebal karena akan memberi kenyamanan dengan gerakan tubuh yang bervariasi.
Pilih yang bahannya ringan.
Khusus untuk olahraga lari, pengguna bisa memilih sepatu memiliki pola lebar di alas kakinya. Hal itu untuk mencegah selip atau terpeleset saat melewati medan sulit. Bobot sepatu lari biasanya ringan, dilengkapi penahan tekanan yang bertujuan mengurangi terjadinya tekanan berlebihan pada kaki. Sepatu lari yang baik juga menyisakan ruang jarak kosong sekitar satu inci antara ibu jari dengan ujung sepatu.
Teknologi boost
Menurut AOFAS, maraknya industri kebugaran tubuh dalam 25 tahun terakhir memang telah menyebabkan ledakan dalam pembuatan sepatu olahraga. Konsumen sepatu olahraga dari periode 1960-an yang biasanya hanya memiliki satu pilihan berupa sneaker, harus memilih ratusan merek dan gaya sepatu. General Manager Adidas Indonesia Ivon Liesmana mengatakan konsumen memang harus membeli sepatu sesuai kebutuhan karena jenis sepatu yang sama belum tentu cocok. Selain itu, lanjut Ivon, konsumen juga harus memperhatikan tipe kaki sebelum menentukan alas kaki yang akan dibeli. "Setiap orang memiliki diferensiasi dalam panjang atau lebar kaki," kata Ivon saat ditemui dalam acara peresmian toko baru Adidas yang mengusung konsep Homecourt dan Neighborhood di Jakarta, Senin (29/2) malam.
Dijelaskannya, teknologi teranyar yang saat ini diaplikasikan Adidas ialah teknologi Boost yang mampu mengembalikan energi sebesar 20% saat digunakan sehingga hasil yang diperoleh dari pengguna bisa sempurna. Teknologi ini memungkinkan sol sepatu tetap empuk serta sangat responsif. Hasil ini didapat dari proses subzero cold untuk menghilangkan panas di sol. Pengujian yang diselenggarakan oleh Innovation Team menunjukkan bahwa ketika diambil dari +40 hingga -20 derajat celsius, busa Boost tiga kali lebih tahan suhu jika dibandingkan dengan material EVA standar. "Ini memberikan pelari sebuah pengalaman lari yang lebih konsisten. Anda bisa mendapati sensasi ini di sepatu lari, tenis, dan sepak bola kami," pungkas Ivon. (Zhi/S-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved