Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
PASCASERANGAN udara Amerika Serikat yang menewaskan perwira tinggi militer Iran, Qasem Soleimani, di Baghdad, beberapa waktu lalu, harga minyak jenis Brent naik 4,4% ke level US$69,16 per barel. Sementara untuk jenis West Texas Intermediate (WTI) naik 4,3% ke US$63,84 per barel pada Jumat (3/1).
Kenaikan harga minyak dunia dinilai akan berpotensi memengaruhi Indonesia. Pasalnya, Iran merupakan negara penghasil minyak terbesar kedua setelah Arab Saudi. Kekhawatiran akan melambungnya harga minyak dunia pun menjadi perbincangan.
Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmi Radi, saat dihubungi Media Indonesia, Minggu (5/1), mengatakan, bila asumsi kenaikan harga minyak dunia benar terjadi, harga minyak berpotensi menembus US$70 per barel.
"Kalau konflik itu berkelanjutan, maka supply minyak dari Iran itu akan berkurang, berkurangnya supply dari Iran itu akan menaikkan harga minyak dunia, itu tidak bisa dihindari. Menurut saya harga minyak dunia akan kembali berada di atas US$70 per barel," urainya.
Untuk mengantisipasi dampak dari kenaikan harga minyak dunia itu, imbuh Fahmi, pemerintah Indonesia dapat melakukan penyeseuaian pada harga acuan minyak dunia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Baca juga: Pertamina Beri Cashback bagi Pelanggan BBM Bersubsidi
Dalam APBN 2020 diketahui harga acuan minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) sebesar US$60 per barel. Bila penyesuaian telah dilakukan dan harga minyak dunia terus melonjak, maka pemerintah perlu untuk mengurangi subsidi BBM.
Pasalnya bila kenaikan harga minyak dunia tidak dapat diantisipasi dengan baik, Indonesia, kata Fahmi akan mengalami kerugian.
"Indonesia dalam posisi yang mengekspor minyak tapi tidak terlalu besar. Di sisi lain, juga mengimpor BBM dalam jumlah yang cukup besar sekitar 800 barel per hari. Ini akan merugikan Indonesia. Karena pendapatan ekspor minyak tidak akan sebanding dengan pengeluaran untuk impor," terangnya.
Di sisi lain, pemerintah juga telah resmi menerapkan program B30 sebagai substitusi penggunaan solar dan avtur. Penerapan B30 dinilai akan membantu pemerintah untuk menekan impor minyak.
"Kalau B30 berhasil, maka akan mengurangi volume impor BBM pada solar dan avtur dan tidak membebani APBN," tutur Fahmi.
Seperti diketahui merupakan mandatori campuran biodiesel sebanyak 30% dalam BBM jenis solar. Penggunaan B30 digadang mampu menghemat devisa negara hingga US$8 miliar atau setara Rp112,8 triliun dengan asumsi kurs rupiah Rp14.000 per dolar AS. (OL-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved