Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
TIDAK efisiennya rantai distribusi dituding menjadi penyebab tingginya inflasi harga pangan. Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayati menyebut langkah antisipasi utama yang mesti dilakukan pemerintah ialah menjaga stabilitas pasokan.
"Kalau kita lihat negara-negara yang kebutuhan pokok stabil, inflasi lebih stabil. Ini yang harus dijaga," kata dia di sela-sela rapat dengan pendapat dengan DPR, (02/02).
Ia tak terlalu mempermasalahkan sumber beras, dalam ataupun luar negeri. Untuk menjaga stabilitas pasokan, beras impor juga tak masalah diedarkan, utamanya ke daerah yang kekurangan suplai. "Realistis saja. Apa kita siap menyediakan? Kalau ada beras impor di gudang, apa harus kita tahan? Cari beras lokal ke NTB dan lainnya? Kan enggak mungkin."
Sebelumnya, BPS melaporkan inflasi 0,51% selama Januari dipicu kenaikan harga sejumlah bahan pangan inti. Kepala BPS Suryamin menyebut mata rantai distribusi yang berlapis memicu harga tinggi di konsumen. Rantai distribusi itu mulai dari produsen, distributor, subdistributor, agen, hingga subagen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai lonjakan harga pada sejumlah komoditas inti hanya fenomena sementara akibat pergeseran musim tanam. "Hari-hari ini sudah mulai turun lagi. Itu hanya fenomena sementara," ujarnya di kantornya, kemarin. Kendati demikian, Darmin mengatakan pemerintah berupaya membereskan masalah instabilitas harga pangan itu dengan mendatangkan komoditas impor. Saat ini, pemerintah telah membuka keran impor beras dan jagung.
Giatkan koperasi
Dalam perspektif lain, Plt Direktur Keuangan Negara dan Analisais Moneter Bappenas Sidqy Lego Pangesthi Suyitno menilai pola distribusi yang merakyat seperti koperasi perlu digalakkan untuk memangkas distribusi pangan di Tanah Air yang amat mahal.
"Bahkan di negara yang katanya biang kapitalisme seperti AS, koperasinya jalan. Koperasi itu efektif memangkas rantai distribusi," jelasnya di Jakarta, kemarin. Dengan rantai distribusi yang panjang, imbuhnya, petanilah yang paling dirugikan. Ia mencontohkan untuk komoditas cabai yang harga normalnya berkisar Rp10.000-Rp12.000 per kg.
"Itu petaninya paling-paling dapat cuma Rp2.500 per kg. Apalagi kalau harga lagi jatuh, bisa-bisa harganya Rp500 per kg. "Namun, pendapat itu dibantah Ketua Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Nellys Soekidi. Ia menilai rantai distribusi yang ada saat ini sudah memadai.
"Saya beli dari penggilingan, poles lagi, langsung kirim ke Jakarta. Di Jakarta kan grosir, lalu langsung ke agen, dan selesai," ucapnya via telepon, kemarin. Nellys justru menilai mahalnya harga beras di Indonesia disebabkan tingginya harga pembelian pemerintah (HPP) gabah dan beras. "Harga beras kan dari pemerintah berupa HPP. Yang naikin HPP siapa? Kalau pedagang harga berapa pun yang penting stabil," sergahnya (Jes/Jay/E-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved