SURVEI harga properti residensial Bank Indonesia (BI) mengindikasikan perlambatan kenaikan harga properti residensial di pasar primer pada triwulan II 2019.
Hal ini tecermin dari indeks harga properti residensial (IHPR) pada triwulan II 2019 yang tumbuh 0,2% (qtq), melambat jika dibandingkan dengan 0,49% (qtq) pada triwulan sebelumnya.
Secara triwulanan, melambatnya kenaikan harga properti residensial ini terjadi pada semua tipe rumah. Pada triwulan II 2019, kenaikan harga rumah tipe kecil melambat dari 0,72% (qtq) pada triwulan sebelumnya, menjadi 0,37% (qtq). Kemudian, pada rumah tipe menengah melambat dari 0,60% (qtq) menjadi 0,18% (qtq), serta pada rumah tipe besar melambat dari 0,20% (qtq) menjadi 0,03% (qtq).
Secara tahunan, kenaikan harga properti residensial juga melambat dari 2,04% (year on year/yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 1,47% (yoy). Perlambatan kenaikan harga rumah properti residensial juga terjadi pada semua tipe rumah.
“Ke depan, kenaikan harga rumah diperkirakan meningkat pada triwulan III 2019 sebesar 0,76% (qtq),” demikian prediksi survei residensial BI yang dirilis pekan lalu.
Dari sisi penjualan, tercatat volume penjualan properti residensial pada triwulan II 2019 mengalami kontraksi pertumbuhan -15,9% (qtq), lebih rendah jika dibandingkan dnegan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 23,77% (qtq), maupun dengan -0,08% (qtq) pada periode sama tahun sebelumnya.
Menurunnya penjualan pada triwulan II 2019 disebabkan penurunan penjualan pada rumah tipe kecil (-23,48%, qtq) dari sebelumnya tumbuh 30,13% dan rumah tipe menengah (-12,88%, qtq) dari sebelumnya tumbuh 13,33%. “Adapun penjualan rumah tipe besar menguat dari 24,56% (qtq) menjadi 33,08% (qtq),” ungkap rilis tersebut.
Secara triwulanan, kenaikan harga properti residensial pada triwulan III 2019 diperkirakan kembali menguat, terindikasi dari kenaikan IHPR triwulan III 2019 sebesar 0,76% (qtq), lebih tinggi jika dibandingkan dengan 0,20% (qtq) pada triwulan sebelumnya.
Penguatan tersebut disebabkan meningkatnya kenaikan harga rumah yang terjadi pada seluruh tipe rumah, tertinggi pada rumah tipe kecil yang meningkat dari 0,37% (qtq) menjadi 1,74% (qtq).
Berdasarkan survei harga properti residensial BI, responden mengatakan, faktor pemicu penurunan penjualan ialah melemahnya daya beli, suku bunga KPR yang cukup tinggi, tingginya harga rumah, serta permasalahan perizinan/birokrasi dalam pengembangan lahan.
Kuota habis
Wakil Sekretaris Jenderal DPP REI Bambang Eka Jaya menyampaikan, secara keseluruhan ekonomi Indonesia pada tahun ini berjalan sangat berat. Untuk residen rumah kecil dan rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) khususnya, menghadapi masalah KPR subsidi yang kuotanya habis.
“Kami sedang berjuang minimal ada tambahan 140 ribu-200 ribuan untuk semester ini,” ujar Bambang saat dihubungi, baru-baru ini.
Adapun perlambatan yang terjadi pada residensial tipe menengah antara Rp500 juta-Rp 1 miliar juga akibat konsumen pada segmen itu sensitif terhadap kondisi ekonomi. Pelemahan ekonomi terjadi merata dan bukan hanya pada bisnis properti.
“Pelemahan ekonomi karena faktor internal perekonomian kita, ditambah faktor keruwetan ekonomi dunia sehingga terjadi pelemahan keseluruhan bukan hanya perumahan. Maka itu, penjualan rumah tipe menengah juga turun,” terang Bambang.
Sementara itu, naiknya penjualan rumah tipe besar dari 24,56% (qtq) menjadi 33,08% (qtq) sebagai efek pelonggaran dengan adanya aturan pemangkasan Pajak Penghasilan (PPh) 22 atas penjualan Barang Mewah dari 5% menjadi 1% melalui implementasi PMK No.92/PMK.03/2019. (S-5)