Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
PEMBAHASAN Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertanahan sudah memasuki tahap akhir. Namun, sedikitnya masih ada tiga persoalan yang masih harus diselesaikan pemerintah dan DPR agar RUU itu dapat dituntaskan pada masa sidang terakhir DPR Agustus-September mendatang.
Ketiga persoalan itu ialah masalah jangka waktu penguasaan lahan, batasan luas lahan yang bisa dimiliki, dan pemberian status hak guna bangunan (HGB) bagi orang asing.
Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Himawan Arief mengatakan, pemerintah terus bekerja merampungkan perbedaan pandangan itu sehingga RUU itu bisa diselesaikan tepat waktu.
“Ini masih berproses. Misalnya, kita usulkan jangka waktu tertentu, ternyata DPR punya pandangan lain atau pemerintah usul ditetapkan dalam PP, tapi DPR minta masuk dalam UU. Ini masih terus dirumuskan titik temunya,” ujar Himawan dalam acara ATR/BPN Goes To Campus di Sekolah Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (30/7).
Hadir dalam acara itu, Ketua Panja RUU Pertanahan Herman Khaeron dan Rektor Undip Yos Johan Utama.
Acara ATR/BPN Goes to Campus itu juga dimanfaatkan Kementerian ATR untuk menjelaskan ke masyarakat perihal perkembangan pembahasan RUU Pertanahan, sekaligus menghimpun masukan.
Yang pasti, lanjut Himawan, keberadaan RUU tidak dimaksudkan untuk mengambil kewenangan kementerian atau pihak lain.
Ketua Panja Herman Khaeron memastikan tidak ada hal krusial yang dapat menghambat selesainya RUU Pertanahan tepat waktu.
“RUU ini pernah dibahas dua tahun pada kabinet lalu. Pada masa pemerintahan ini, pembahasan sudah berjalan sejak 2015. Kita sudah menghimpun seluruh masukan. Perbedaan pendapat antara pemerintah dan DPR tinggal pada masalah teknis pemilihan opsi yang akan ditempuh. Tapi soal substansi, itu sudah selesai,” tandas Herman.
Ia menepis pandangan sebagian kalangan yang mengkritisi dan menyebut pembahasan RUU itu terburu-buru. Ia siap memberikan penjelasan kepada pihak yang masih belum paham dan membutuhkan penjelasan.
“Seperti besok (hari ini), saya diundang oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), saya akan datang dan jelaskan,” tandasnya.
Himawan menambahkan, keberadaan RUU itu penting untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan investor.
“Presiden berpesan agar kita menarik sebanyak-banyaknya investor. Daya saing kita masih kalah dari negara lain. Salah satu yang harus dibenahi ialah penyediaan lahan yang diatur dalam RUU ini,” tandasnya.
Didukung masyarakat
Rektor Undip Yos Johan Utama mengatakan bahwa pembahasan RUU Pertanahan memang menarik perhatian publik. Oleh karena itu, Ia menilai bahwa masukan yang disampaikan masyarakat perlu diperhatikan sehingga saat diundangkan, RUU itu dapat dilaksanakan dan diterima publik.
“Kasus UU digugat publik dan akhirnya bisa batal, itu karena kurangnya mendengar masukan publik. Tapi selama tidak melanggar UU 45 dan memenuhi rasa keadilan di masyarakat, rasanya tidak ada alasan untuk menggugat UU ini,” tandasnya. (E-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved