AGAR penggunaan energi baru dan terbarukan berjalan optimal, pemerintah Indonesia harus serius menjalankan program diversifi kasi. Jangan seperti selama ini yang parsial dalam pengembangan, tidak fokus, dan terkendala anggaran. Demikian pendapat sejumlah kalangan menyoal mandeknya kebi jakan pengembangan energi baru dan terbarukan. Padahal Pre siden SBY telah mengeluarkan Peraturan Pe merintah No 79/2014 tentang Ener gi Nasional (lihat grafik). Ketua Dewan Energi Nasional Tumiran beranggapan selama ini pengembangan energi baru dan terbarukan terseok-seok karena rendahnya sokongan politik anggaran dari pemerintah.
Menurut Tumiran, pihaknya telah menyampaikan rekomendasi pengembangan energi baru dan terbarukan seperti mandatori B-15 untuk bahan bakar nabati (BBN), panas bumi, dan energi surya. "Seharusnya harga BBN tidak sama dengan BBM. Di sini tidak ada dukungan politik anggaran dari pemerintah," keluh Tumiran, kemarin. Mandatori B-15 merupakan kebijakan penyerapan 15% BBN dalam bauran BBM jenis solar pada tahun ini. Keuntungan dari penerapan mandatori B-15 ialah negara menghemat subsidi Rp31,71 triliun, selain berkembangnya industri BBN dan pengurangan emisi gas rumah kaca.
Akan tetapi, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Rida Mulyana mengakui adanya penurunan serapan BBN di triwulan I 2015 sekitar 40% ketimbang tahun lalu. "Karena dipakainya Mid Oil Platts Singapore (MOPS) sebagai pa tokan harga indeks pasar BBN. Banyak pabrikan BBN berhenti memasok produknya karena rugi." Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Hendri Saparini menilai energi terbarukan juga bak jalan di tempat karena kerapnya pemerintah berubah sikap. "Lihat batu bara, biji jarak, dan biosolar. Arahnya tidak jelas dan tidak fokus." Hendri berharap, bila pemerintah sudah memilih BBN sebagai energiterbarukan untuk sektor transportasi, seharusnya diikuti peningkatan produksi minyak sawit sebagai pasokan utama BBN. "Harus fokus.
Ini bukan masalah political will, melainkan karena tidak ada visi saja." Perlu setahun Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy lebih menyoroti faktor pembiayaan sebagai persoalan krusial dalam pengembangan energi terbarukan. Negara kreditor tidak menghendaki Indonesia mandiri energi. "Indonesia itu satu dari 10 negara produsen gas. Industri otomotif tidak keberatan mengikuti kebijakan pemerintah. Kita baru memanfaatkan 53% gas untuk kebutuhan domestik. Seharusnya bisa 70%-80%." Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia Sudirman Rusdi setuju apabila in dus tri otomotif di Tanah Air mulai menggunakan energi terbarukan.
"Bila pemerintah mewajibkan penggunaan BBG untuk kendaraan, kami perlu waktu 1 tahun untuk siap-siap." Sementara itu, penyerahan perangkat converter kit bagi angkutan umum sudah berlangsung di sejumlah daerah seperti Bogor, Palembang, dan Bekasi. Hanya, menurut Sekjen Organda Andriansyah, lagi-lagi penggunaan perangkat tersebut belum efektif karena terbatasnya stasiun pengisian bahan bakar gas. Menteri ESDM Sudirman Said segera membicarakan aturan terkait alokasi gas untuk sektor transportasi dengan Menteri Perindustrian guna mendorong industri otomotif memproduksi kendaraan berbahan bakar gas.
Menurut Tumiran, pihaknya telah menyampaikan rekomendasi pengembangan energi baru dan terbarukan seperti mandatori B-15 untuk bahan bakar nabati (BBN), panas bumi, dan energi surya. "Seharusnya harga BBN tidak sama dengan BBM. Di sini tidak ada dukungan politik anggaran dari pemerintah," keluh Tumiran, kemarin. Mandatori B-15 merupakan kebijakan penyerapan 15% BBN dalam bauran BBM jenis solar pada tahun ini. Keuntungan dari penerapan mandatori B-15 ialah negara menghemat subsidi Rp31,71 triliun, selain berkembangnya industri BBN dan pengurangan emisi gas rumah kaca.
Akan tetapi, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Rida Mulyana mengakui adanya penurunan serapan BBN di triwulan I 2015 sekitar 40% ketimbang tahun lalu. "Karena dipakainya Mid Oil Platts Singapore (MOPS) sebagai pa tokan harga indeks pasar BBN. Banyak pabrikan BBN berhenti memasok produknya karena rugi." Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Hendri Saparini menilai energi terbarukan juga bak jalan di tempat karena kerapnya pemerintah berubah sikap. "Lihat batu bara, biji jarak, dan biosolar. Arahnya tidak jelas dan tidak fokus." Hendri berharap, bila pemerintah sudah memilih BBN sebagai energiterbarukan untuk sektor transportasi, seharusnya diikuti peningkatan produksi minyak sawit sebagai pasokan utama BBN. "Harus fokus.
Ini bukan masalah political will, melainkan karena tidak ada visi saja." Perlu setahun Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy lebih menyoroti faktor pembiayaan sebagai persoalan krusial dalam pengembangan energi terbarukan. Negara kreditor tidak menghendaki Indonesia mandiri energi. "Indonesia itu satu dari 10 negara produsen gas. Industri otomotif tidak keberatan mengikuti kebijakan pemerintah. Kita baru memanfaatkan 53% gas untuk kebutuhan domestik. Seharusnya bisa 70%-80%." Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia Sudirman Rusdi setuju apabila in dus tri otomotif di Tanah Air mulai menggunakan energi terbarukan.
"Bila pemerintah mewajibkan penggunaan BBG untuk kendaraan, kami perlu waktu 1 tahun untuk siap-siap." Sementara itu, penyerahan perangkat converter kit bagi angkutan umum sudah berlangsung di sejumlah daerah seperti Bogor, Palembang, dan Bekasi. Hanya, menurut Sekjen Organda Andriansyah, lagi-lagi penggunaan perangkat tersebut belum efektif karena terbatasnya stasiun pengisian bahan bakar gas. Menteri ESDM Sudirman Said segera membicarakan aturan terkait alokasi gas untuk sektor transportasi dengan Menteri Perindustrian guna mendorong industri otomotif memproduksi kendaraan berbahan bakar gas.