Headline
Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.
Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.
GUNA memenuhi kebutuhan terhadap energi yang terus meningkat setiap tahunnya, nuklir dinilai belum menjadi solusi terbaik. Karena energi matahari masih sebagai sumber energi terbesar yang dimiliki Indonesia.
"Karena Indonesia beriklim tropis dan matahari sebagai sumber energi yang mampu memberikan panas dan sinarnya selama 12 jam lebih, maka Pembangkit Listrik Tenaga Matahari atau PLTM lebih cocok bagi Indonesia. Hanya saja terkendala pada biaya dan teknologi," kata anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Rinaldy Dalimi, pada Seminar Nasional 'Pengelolaan Sumber Daya Energi yang Berkelanjutan untuk Ketahanan Nasional', di Kampus UIN Jakarta, Senin (25/3).
Turut hadir dalam seminar, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, pakar geologi Surono dan Direktur Aneka Industri Haris Yahya.
Menurut Rinaldy, lampu-lampu hemat energi berasal dari sel matahati (solar cell) sudah banyak dijual di pasaran dan harganya pun sudah jauh menurun.
"Dahulu lampu solar cell itu harganya ratusan ribu sekarang cuma Rp6 ribu saja. Jadi, kini jauh lebih murah," ujar Rinaldy melalui keterangan tertulis yang diterima Selasa (26/3).
Kendaraan roda empat, tambah dia, telah banyak yang menggunakan tenaga hibrid dan ini merupakan momen untuk melakukan penghematan energi fosil.
"Saatnya beralih dari fosil ke energi baru dan terbarukan atau EBT," cetusnya.
Menurut dia, peran pemerintah diharapkan untuk mempercepat penggunaan teknologi solar sebagai pemasok kebutuhan energi listrik di perumahan, sebab kini teknologi yang mengandalkan matahari sudah jauh lebih murah dan bisa diterapkan.
Baca juga: Rp2,5 Triliun Investasi Masuk Kota Semarang
Dia melanjutkan, sumber lain yang juga bisa dilakukan penelitian adalah sumber arus laut, ombak, dan angin. Adapun untuk energi angin saat ini sudah ada Pembangkit Listrik Tenaga Angin, tetapi masih mahal.
Kelemahan dari bangsa Indonesia, menurut Rinaldy, terletak pada perencanaan. Sering kali rencana sudah dibuat dan ditetapkan, tetapi lemah pada sisi penerapannya.
"Kelemahan dari bangsa ini yaitu, sudah ada rencana, namun sering kali rencana tersebut tidak terlaksana," tegasnya.
Sementara itu, Purnomo Yusgiantoro mengatakan ada beberapa faktor yang memengaruhi ketahanan energi di dunia yaitu politik dan keamanan.
"Politik dan keamanan merupakan sumber konflik dan sangat berpengaruh pada ketahanan energi dunia," kata Purnomo. Dia mencontohkan konflik yang berkaitan dengan sumber daya alam (SDA) seperti Malaysia dan Brunei terhadap minyak, konflik Laut China Selatan dan konflik lainnya sering tumpang tindih dengan SDA yang terkandung di dalamnya.
Menurut dia, pada periode 2030-2040 pemakaian energi fosil masih sangat dominan dan hal ini mengakibatkan tingkat ketergantungan terhadap energi fosil makin tinggi. sehingga diperlukan energi alternatif.
Untuk Indonesia, sambung Purnomo, sumber energi berasal dari letak geografis, demografi, dan modal dinamik.
"Faktor-faktor yang dapat memengaruhi ketahanan nasional dan secara langsung akan mempengaruhi ketahanan energi nasional karena ketahanan nasional tidak akan bekerja bila ketahanan energi tidak benar dikelola.
Menurut Purnomo, keamanan energi terdiri atas 4A yaitu availability (kemampuan stok) yaitu energinya tersedia atau tidak, accesibility (keterjangkauan) bagaimana energi tersebut bisa menjangkau atau dijangkau masyarakat, affordability (daya beli) bagaimana harga dari energi tersebut, acceptability (daya terima) yaitu diterima atau tidak energi tersebut dalam masyarakat, serta sustainability (kesinambungan).
Direktur Aneka Industri, Harris Yahya, menambahkan, tantangan Indonesia pada 2045 ialah sumber energi di Indonesia masih 90% menggunakan energi fosil, dan di Indonesia belum tentu memiliki energi tersebut, sementara permintaan terus meningkat, padahal produksi terus menurun.
"Pilihan energi lain adalah batu nara, namun Indonesia tidak memiliki batu bara yang banyak. Apabila eksploitasi dilakukan secara berlebihan, maka lingkungan akan rusak dan menyebabkan pemanasan global," kata Harris.
Sementara pakar geologi Surono mengungkapkan 40% panas bumi ada di Indonesia jadi potensi penggunaan sumber energi ini yang terbesar dan harus dimanfaatkan dengan maksimal.
Tatanan geologi di Indonesia, kata Surono, terhimpit di antara 3 lempeng tektonik, yang membuat Indonesia rawan gempa bumi, dan rawan akan gunung meletus. Indonesia memiliki gunung terbanyak di dunia, dan memiliki energi panas bumi terbanyak di dunia, namun pejabat tidak ada yang mau mengembangkan karena lamanya riset yang dibutuhkan maka dari itu sering kali pejabat mencari alternative yang lebih mudah.
"Jadi faktor geologi juga harus dipertimbangkan untuk menggunakan nuklir sebagai energi alternatif, karena sangat riskan. Terutama karena banyak gempa dan gunung berapi di wilayah Indonesia," jelasnya.
Ditambahkan, hingga saat ini belum banyak dikembangkan energi panas bumi (geothermal), padahal ini juga merupakan keunggulan yang dimiliki oleh Indonesia.
"Mungkin pengusaha kurang tertarik menggarap geothermal," pungkasnya. (RO/OL-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved