Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
Sejumlah ekonom memprediksi laju pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi bisa jauh lebih tinggi lagi. Namun, menurut mereka, perlu beberapa langkah strategis, di antaranya dengan menggenjot sektor manufaktur dan sumber daya manusia.
Hal itu terungkap dalam diskusi bertajuk Ekonomi Indonesia dari Sudut Pandang Perempuan, Saat ini dan ke Depan, di Century Park Hotel, Jakarta, kemarin. Ekonom dari Center of Reform Economics Hendri Saparini yang menjadi salah satu pembicara dalam diskusi itu melihat bonus demografi yang akan dimiliki Indonesia beberapa tahun mendatang menjadi salah satu faktor pendorong yang akan membuat ekonomi Indonesia melesat di masa depan.
Untuk diketahui, bonus demografi ialah membanjirnya warga usia produktif dalam suatu negara. Data Badan Pusat Statistik memproyeksikan pada tahun ini kelompok usia produktif akan mencapai 67% dari total populasi penduduk. Dari 67% tersebut, 45%-nya berusia 15–34 tahun. Namun, setelah 2030, angka ketergantungan mulai mengalami peningkatan karena jumlah penduduk usia tua (65 tahun ke atas) meningkat.
Perubahan struktur penduduk inilah yang menurut Hendri sebagai peluang untuk memanfaatkan produktivitas penduduk usia produktif agar mendorong pertumbuhan ekonomi negara.
“Inilah kesempatan besar bagi kita untuk melakukan itu (mendongkrak pertumbuhan,” ujarnya.
Untuk merealisasikan hal tersebut, kata dia, pemerintah perlu menggenjot sektor manufaktur. Selain itu, sumber daya manusia (SDM) yang ada saat ini harus dioptimalkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Jumlah SDM kita sebagian besar, 59%, ialah SMP ke bawah adalah beban? Menurut saya tidak, karena banyak negara yang saat ini sedang menghadapi masalah kekurangan tenaga kerja. Contoh Thailand, jumlah tenaga kerja yang produktif lebih rendah daripada yang tidak produktif. Indonesia sebaliknya,” tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri PPN/Bappenas Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Amalia A Widyasanti mengatakan pertumbuhan ekonomi dalam kurun lima tahun ini yang rata-rata sebesar 5% tidak cukup bagi Indonesia untuk menjadi negara maju.
Pemerintah, kata dia, telah melakukan reformasi struktural dengan membangun infrastruktur secara masif dan membenahi iklim usaha. Namun, menurutnya, hal itu tak cukup. “Perlu ada transformasi di tiga bidang, yaitu transformasi struktur ekonomi, transformasi teknologi, dan transformasi kualitas SDM.”
Peluang ekonomi untuk melesat lebih jauh juga ditopang faktor global, termasuk investasi asing (foreign direct investment/FDI). Menurut laporan yang dirilis Forum Boao untuk Asia (BFA), kemarin, investasi asing ke ASEAN meningkat 16,8% pada 2017. Indonesia dan Thailand menjadi negara yang paling banyak menarik investasi tersebut. “Aliran masuk FDI ke Indonesia melonjak secara tak terduga, sebesar 488,2% dan ke Thailand sebesar 269,2% pada 2017,” kata laporan itu.
Boao Forum for Asia ialah organisasi nirlaba yang menjadi tuan rumah forum tingkat tinggi bagi para pemimpin dari pemerintah, bisnis, dan akademisi di Asia dan benua lain untuk berbagi visi mereka tentang masalah-masalah paling mendesak di kawasan ini dan dunia pada umumnya. (Ant/E-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved